Terbongkarnya Arisan Bodong Skema Ponzi di Jakarta, 85 Korban Merugi Puluhan Juta Rupiah
JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menangkap wanita berinisial SFM (21) yang menjadi dalang penipuan arisan bodong dengan skema ponzi.
Aksi itu dilakukan SFM melalui grup WhatsApp bernama “Gu Arisan Bybiyu”. Penipuan ini menyebabkan 85 orang dari total 425 anggota menjadi korban dan menderita kerugian.
Awal kasus ini terungkap bermula dari beberapa korban yang mendatangi rumah tersangka di wilayah Jakarta Pusat, didampingi Polsek Tanah Abang dan Polres Metro Jakarta Pusat.
SFM pun dibawa ke Polsek Tanah Abang untuk menjalani penyelidikan.
“Setelah dilakukan pendalaman, ternyata didapatkan informasi bahwa TKP tidak hanya terjadi di Tanah Abang saja atau terjadi di beberapa lokasi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam jumpa pers, Sabtu (18/1/2025).
Ade menerangkan, SFM adalah seorang ibu rumah tangga yang awalnya menawarkan arisan online "duos menurun" atau layaknya arisan online pada umumnya.
“Di bulan September inilah dia baru mulai membuka model arisan duos yang dengan skema ponzi tadi,” ungkap Ade.
SFM bertindak sebagai pengelola arisan yang menawarkan produk investasi melalui Whatsapp. Ia bahkan menjanjikan berbagai keuntungan kepada para investor dan peminjam dana.
Pelaku memasang berbagai jenis iklan arisan yang menggiurkan, baik di status WhatsApp ataupun di grup.
"Kalau investasi Rp 1 juta dalam waktu 10 hari jadi Rp 1,4 juta. Investasi Rp 2 juta dalam waktu 10 hari jadi Rp 2,8 juta. (Investasi) Rp 3 juta jadi Rp 4,2 juta. (Investasi) Rp 4 juta jadi Rp 5,6 juta. (Investasi) Rp 5 juta menjadi Rp 7 juta," tutur Ade.
Modusnya, pada investasi pertama, korban memperoleh keuntungan sesuai yang dijanjikan dalam promosi. Namun, hal itu tidak terjadi di transaksi setelahnya.
"Tentunya korban-korban awal yang ikut investasi awal dapat keuntungan, skema ponzi seperti itu,” ujar Ade.
“Dapat keuntungannya bukan dari bisnis yang dijalankan, tetapi dari uang member berikutnya, itu diputar lagi. Jadi member terakhir tidak akan pernah dapat keuntungan," sambungnya.
Bahkan, beberapa korban rela meminjam sejumlah uang kepada SFM meski bunga pinjaman mencapai 70 persen.
“Jadi data sementara ada juga yang minjam dana, padahal bunganya sangat tinggi hampir 70 persen ya, tapi ini masih terus didalami,” terang Ade.
Meski belum dapat dipastikan total kerugian dari seluruh korban, SFM diperkirakan meraup keuntungan Rp 10-20 juta dari tiap orang.
“Rata-rata kerugian (korban) 10-20 juta per orang,” kata Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman WS dalam jumpa pers, Sabtu.
Ia menggunakan keuntungan tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk membeli mobil baru dan membangun bisnis penatu (laundry).
“Untuk sementara, yang bersangkutan selama ini menggunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membeli beberapa barang yaitu berupa mobil baru (Daihatsu Ayla), kemudian membangun toko laundry yang baru saja dia bangun dan alat-alat rumah tangga lainnya,” ujar Herman.
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya pun membuka posko pengaduan 24 jam untuk masyarakat yang turut menjadi korban penipuan arisan oleh SFM.
“(Kami) membuka posko pengaduan 24 jam kepada masyarakat yang menjadi korban dengan penipuan modus seperti ini, skema ponzi, baik yang dilakukan oleh tersangka SFM ataupun skema ponzi yang lain,” ujar Ade.
Ade menuturkan, masyarakat yang merasa menjadi korban dapat membuat laporan melalui hotline di nomor 0822-4545-2018.
Atas perbuatannya, SFM dijerat dengan pasal berlapis, yakni dengan Pasal 45 A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 Tahun dan/atau denda Rp 1.000.000.000.
SFM juga dijerat Pasal 378, KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000.