Teror Tawuran Bassura dan Trauma Berkepanjangan yang Menghantui Warganya

Teror Tawuran Bassura dan Trauma Berkepanjangan yang Menghantui Warganya

JAKARTA, KOMPAS.com – Tawuran berulang yang terjadi di depan Mall Bassura, Jalan Jenderal Basuki Rahmat, telah meninggalkan trauma mendalam bagi warga di sekitarnya.

Peristiwa yang sering terjadi secara tiba-tiba ini tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga memicu dampak kesehatan mental bagi penduduk setempat.

Mereka sering kali menjadi korban dalam bentrokan yang melibatkan sejumlah kelompok.

Tawuran terakhir yang terjadi pada Kamis, 2 Januari 2025, dini hari, mengakibatkan satu orang tewas akibat sabetan senjata tajam.

Kejadian ini bukanlah yang pertama, melainkan bagian dari rangkaian tawuran yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Dalam catatan Januari 2024 saja, tercatat enam kali tawuran terjadi di Bassura. Beberapa peristiwa serupa juga terjadi pada Juli dan Agustus tahun lalu.

Kumsina (50), seorang pedagang nasi yang tinggal di RT 06 Cipinang Besar Utara, mengungkapkan bagaimana tawuran telah memengaruhi kesehatan jantungnya.

“Iya, kata dokter, kaget karena petasan, bom molotov. Apalagi kemarin, bom molotov ada yang membakar motor,” jelas Kumsina saat dijumpai pada Minggu, 5 Januari 2025.

Sejak setahun terakhir, ia rutin menjalani pengobatan bulanan akibat diagnosis sakit jantung.

“Saya tiap bulan berobat jantung. Saya bukan jantung koroner, jantung dadakan gitu. Kalau dengar petasan, trauma sendiri, langsung deg-degan,” tuturnya.

Kumsina mengungkapkan, rumah dan warung miliknya sering menjadi sasaran lemparan batu dan kembang api dari kelompok yang bertikai, menambah kecemasan yang ia alami.

Kumsina juga mengaku tidak mengetahui penyebab utama tawuran yang sering terjadi di lingkungannya.

Sugianto, warga berusia 60 tahun yang juga tinggal di RT 06 Cipinang Besar Utara, berbagi kisahnya saat membuka warung kopi di dekat lokasi tawuran.

Ia merasa terpaksa melakukan langkah pengawasan ekstra sebelum membuka dagangannya.

“Ini kalau pagi mau buka, saya melihat dulu, apakah ada polisi yang jaga. Kalau enggak ada, saya enggak berani buka,” ujarnya.

Ia mengaku, warungnya kini harus tutup lebih awal.

“Sekarang habis maghrib tutup. Paling malam habis isya tutup. Kalau semalam itu cuma sampai maghrib saja karena takut,” tambah Sugianto.

Akibat tawuran yang terjadi, bagian atap warungnya juga mengalami kerusakan, menciptakan kerugian yang signifikan bagi usaha kecilnya.

Pemerintah dan aparat keamanan sudah mencoba meredakan situasi dengan melakukan deklarasi damai setelah tawuran pecah pada 28 Januari 2024.

“Kami melakukan langkah ini berdasarkan peristiwa tawuran yang terjadi antara warga RW 01 dengan RW 02,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly.

Sebagai langkah preventif, pihak pemerintah berencana membangun pagar pembatas antara kedua RW untuk mencegah tawuran di masa mendatang.

“Tempat kejadian perkara (TKP) yang sering terjadi di sini, yaitu taman, akan dibuat pagar mengelilingi taman itu,” jelas Nicolas.

Selain itu, kamera pengawas closed-circuit television (CCTV) dan penerangan tambahan juga akan dipasang di sekitar lokasi.

Melalui berbagai upaya tersebut, Nicolas berharap warga memahami pentingnya langkah-langkah yang diambil dan berkomitmen untuk tidak mengulangi perbuatan tawuran yang merugikan ini.

Sumber