Terungkap Saat Ahok jadi Komut, Bagaimana Kronologi Kasus Korupsi LNG di Pertamina?

Terungkap Saat Ahok jadi Komut, Bagaimana Kronologi Kasus Korupsi LNG di Pertamina?

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebutkan, dugaan kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2014 kembali ditemukan saat ia masih berada di PT Pertamina.

Hal tersebut disampaikan Ahok saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2025), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Ahok mengatakan, ia pernah mengirimkan surat kepada Kementerian BUMN terkait dugaan korupsi pengadaan LNG.

"Iya, karena kan kita waktu itu yang temukan ya, kita kirim surat kementeri BUMN juga waktu itu," kata Ahok.

KPK memang tengah mengembangkan kasus korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina ini dengan memanggil sejumlah saksi.

Terbaru, pada 2 Juli 2024, KPK menetapkan dua pejabat PT Pertamina lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014 Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014 Hari Karyuliarto.

Lantas, bagaimana awal kasus korupsi pengadaan LNG terjadi di PT Pertamina?

Dilansir dari laman resmi KPK, kasus ini bermula saat PT Pertamina (Persero) memiliki rencana melakukan pengadaan LNG pada tahun 2012.

Pengadaan ini dilakukan untuk mengatasi defisit gas di Indonesia yang diperkirakan terjadi pada kurun waktu 2009-2040.

Ketika itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan mengeluarkan kebijakan menjalin kerja sama dengan supplier LNG dari luar negeri, salah satunya Corpus Christi Liquefaction (CCL) asal Amerika Serikat.

KPK mengatakan, pengambilan keputusan tersebut dilakukan sepihak oleh Karen Agustiawan tanpa kajian menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero).

Selain itu, tidak dilakukan pelaporan untuk menjadi bahasan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah.

"Sehingga tindakan Karen Agustiawan tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah," demikian keterangan KPK dalam laman resminya, dikutip Kamis (9/1/2025).

KPK mengatakan, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina (Persero) yang dibeli dari perusahaan CCL itu tidak terserap di pasar domestik, yang berakibat menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Atas kondisi itu, kargo LNG harus dijual oleh PT Pertamina (Persero) dengan merugi di pasar internasional.

Hal itu mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar Amerika Serikat (AS) yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun.

Dalam perjalanannya, KPK menetapkan Karen Agustiawan sebagai tersangka.

Pada September 2024 lalu, ia divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina.

Karen dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Selain itu, tuntutan Jaksa meminta agar Karen didenda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Atas tindakannya, Karen dinilai  telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dollar AS serta memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113.839.186,60 dollar AS.

Belakangan, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014 Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014 Hari Karyuliarto.

Sumber