Terungkapnya Dugaan Makelar Kasus di MA, Uang Nyaris Rp 1 Triliun Disimpan dalam Rumah
JAKARTA, KOMPAS.com - Panangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat mengantarkan tim penyidik Kejaksaan Agung pada terduga makelar kasus di Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Ia diangkut penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) di Bali pada Kamis (24/10/2024).
Zarof merupakan pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) di MA. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA.
Ia juga pernah menduduki pejabat eselon II di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) di MA. Posisi itu membuatnya berwenang mengurus mutasi dan promosi hakim.
badilum.mahkamahagung.go.id Zarof Ricar dilantik menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung di Ruang Kusuma Atmadja Lantai 14 Gedung Mahkamah Agung, Selasa (22/8/2017).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan, Lisa menghubungi Zarof untuk membantu mengurus perkara di MA.
Ia telah menyiapkan uang Rp 5 miliar untuk tiga hakim agung yang mengadili perkara kasasi penganiayaan Ronald Tannur.
"Sesuai catatan LR (Lisa Rahmat) yang diberikan kepada ZR (Zarof Ricar), (Rp 5 miliar itu) untuk hakim agung atas nama S, A, dan S lagi yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur," ujar Abdul dalam konferensi pers, Jumat (25/10/2024) malam.
Atas bantuan ini, Lisa memberi fee kepada Zarof sebesar Rp 1 miliar.
Menurut Abdul, terdapat informasi Zarof sempat bertemu dengan hakim. Namun, belum bisa dipastikan apakah pertemuan ini menyangkut kasasi Ronald Tannur.
Temukan Uang Hampir Rp 1 Triliun
Usai menangkap Zarof, penyidik Kejaksaan Agung bergerak menggeledah tempat menginapnya di Bali, Hotel Le Meridien dan rumahnya di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.
Dalam operasi senyap itu, mereka menemukan uang tunai senilai hampir Rp 1 triliun.
Beberapa di antaranya merupakan berbentuk valuta asing (Valas) yakni, 74.494.427 dollar Singapura, 1.897.362 dollar Amerika Serikat, 71.200 euro, 483.320 dollar Hong Kong, dan Rp 5.725.075.000.
Selain itu, penyidik juga menyita 51 kilogram emas Antam dari rumah pensiunan MA tersebut.
Temuan itu pun membuat penyidik terkejut, karena jumlahnya jauh lebih besar dari uang suap yang diberikan Lisa untuk mengurus kasasi Ronald Tannur.
"Yang pasti, uang ini kami temukan, kami geledah, kami sita di rumah ZR. Penyidik tidak menyangka ada uang sebanyak ini, ini di luar bayangan," kata Abdul Qohar.
Uang yang disimpan di dalam rumah itu jauh lebih besar jumlahnya dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Zarof yang dilaporkan pada 2022, yakni Rp 51 Miliar.
Kejagung pun masih menyelidiki asal usung uang dan emas batangan tersebut.
KY akan Koordinasi
Menanggapi penangkapan Zarof, Komisi Yudisial (KY) menyatakan siap berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan MA.
Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, di antara barang bukti yang diamankan penyidik, terdapat catatan keuangan, termasuk aliran dana yang masuk ke beberapa hakim.
"KY memiliki concern mendalam terhadap kasus ini. Apalagi, dalam pengembangannya melibatkan mantan pejabat di Mahkamah Agung sebagai tersangka," kata Mukti dalam keterangannya, Sabtu (26/10/2024).
KY juga mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung menelusuri perkara suap tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan terdakwa Ronald Tannur. Penyidik tidak berhenti dan puas hanya dengan membekuk tiga hakim pengadilan tingkat pertama.
“Komisi Yudisial (KY) mengapresiasi kinerja Kejagung yang terus melakukan penelusuran dan pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara yang melibatkan majelis hakim PN Surabaya,” ujar Mukti.
Komisi III DPR Marah
Aanggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengaku marah dengan peristiwa suap hakim PN Surabaya yang melibatkan mantan pejabat MA.
"Saya tidak hanya prihatin, tapi saya marah! Korupsi di lembaga peradilan seperti Mahkamah Agung adalah pengkhianatan yang mengerikan," kata Hinca saat dihubungi pada Sabtu (26/10/2024).
Hinca mengatakan, sebelum peristiwa ini publik juga mencatat kasus suap yang menyeret Sekretaris MA Hasbi Hasan.
Ia diduga menerima suap pengurusan perkara terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Hinca, kasus-kasus seperti Zarof dan Hasbi tidak hanya skandal dalam dunia peradilan. Tindakan penyuapan ini juga menunjukkan prinsip keadilan di lembaga hukum telah terkikis.
"Jika lembaga peradilan sudah bukan lagi tempat dijumpainya keadilan, tetapi menjadi arena lelang keadilan, kita memang berada dalam krisis," ujarnya.
Hinca mengatakan, pihaknya akan membentuk Panitia kerja (Panja) Penegakan Hukum sebagai bentuk respons atas kasus korupsi di lingkungan MA.
Ia juga akan mendorong agar Komisi III DPR RI memantau tindak lanjut usulan sanksi dari KY kepada MA.
"Pada 2019 misalnya, hanya 10 dari 130 rekomendasi sanksi KY yang direspon MA, seolah rekomendasi tersebut hanya formalitas," ungkapnya.
Berawal dari vonis bebas Ronald Tannur
Terungkapnya dugaan makelar kasus di MA ini berawal dari vonis bebas Ronald Tannur, anak anggota DPR yang menganiaya kekasihnya hingga tewas.
Vonis janggal itu membuat Kejagung turun tangan.
Kejagung pun melakukan operasi tangkap tangan terhadap tiga hakim PN Surabaya yang menangani sidang Ronald Tannur, Rabu (23/10/2024).
Ketiga hakim tersebut, yakni Erintuah Damanik (ED) selaku Hakim Ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (HH) sebagai Hakim Anggota.
Ketiganya dianggap terbukti menerima suap dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat.
Namun rupanya upaya suap yang dilakukan oleh pihak Ronald Tannur tak berhenti di pengadilan tingkat pertama.
Pada tingkat kasasi, pihak Ronald Tannur juga berupaya menyuap hakim agung lewat Zarof sebagai makelarnya.
Hingga kini belum diketahui apakah uang suap yang dititip lewat Zarof sampai ke hakim agung.
Yang pasti, Ronald Tannur tak lagi bebas dari hukuman pada tingkat kasasi. Ia divonis 5 tahun penjara oleh MA.