Trump Buka Peluang TikTok Diizinkan Tetap Dimiliki China

Trump Buka Peluang TikTok Diizinkan Tetap Dimiliki China

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden terpilih Donald Trump membuka kemungkinan TikTok diizinkan tetap berada di bawah kepemilikan China jika langkah-langkah tegas diterapkan untuk melindungi data pengguna Amerika dan memastikan data tersebut disimpan di dalam wilayah AS.

Hal ini diungkapkan calon Penasihat Keamanan Nasional pemerintahan Trump, Mike Waltz, dalam wawancaranya dengan CNN International pada Minggu (19/1/2025).

“Trump sedang mengupayakan penyelamatan TikTok dan tidak menutup opsi melanjutkan kepemilikan China asalkan ada mekanisme perlindungan yang ketat untuk memastikan data aman di AS,” jelasnya seperti dikutip Reuters, Senin (20/1/2025).

Sementara itu, aplikasi besutan ByteDance ini memulihkan akses layanannya di AS setelah Donald Trump mengatakan akan kembali mengizinkan akses aplikasi tersebut usai pelantikannya pada Senin.

"Sebagai hasil dari upaya presiden Trump, TikTok kembali ke AS," demikian pernyataan yang dikutip dari Reuters.

TikTok telah resmi diblokir oleh AS. Namun demikian, pemblokiran TikTok memicu banyak kontroversi. Apalagi, Trump sejak awal tidak berminat untuk melakukan aksi pemblokiran terhadap layanan platform media sosial alias medsos yang kerap diasosiasikan lekat dengan kepentingan China tersebut.

Waltz juga menekankan bahwa Trump membutuhkan waktu untuk menyelesaikan masalah terkait TikTok. Ia juga menambahkan bahwa perpanjangan waktu diperlukan bagi TikTok untuk mempertimbangkan calon pembeli potensial.

Namun, Ketua DPR dari Partai Republik Mike Johnson memberikan sinyal berbeda. Ia menyatakan keyakinannya bahwa Trump akan mendorong ByteDance untuk benar-benar menjual TikTok.

"Dari perspektif kami, ini berarti dia akan memastikan adanya perubahan kepemilikan yang sesungguhnya. Masalah yang dikhawatirkan oleh anggota Kongres bukan pada platformnya, melainkan pada hubungan dengan Partai Komunis China," ujar Johnson dalam program Meet the Press NBC News.

Beberapa anggota Kongres dari Partai Republik menentang ide perpanjangan waktu tersebut.

Senator Tom Cotton, Ketua Komite Intelijen Senat, dan Pete Ricketts menyatakan dalam pernyataan bersama pada Minggu bahwa tidak ada dasar hukum untuk memberikan ‘perpanjangan’ atas tenggat waktu larangan tersebut.

Sumber