UI Tangguhkan Kelulusan Bahlil Lahadalia sebagai Doktor
JAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Indonesia (UI) memutuskan untuk menangguhkan kelulusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai doktor.
Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI Yahya Cholil Staquf menyebut keputusan penangguhan itu diambil berdasarkan rapat koordinasi empat organ UI.
"Kelulusan BL, mahasiswa Program Doktor (S3) SKSG ditangguhkan, mengikuti Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2022, selanjutnya akan mengikuti keputusan sidang etik," ujar Yahya dalam keterangan yang diterima, Rabu (13/11/2024).
"Keputusan ini diambil pada Rapat Koordinasi 4 Organ UI, yang merupakan wujud tanggung jawab dan komitmen UI untuk terus meningkatkan tata kelola akademik yang lebih baik, transparan, dan berlandaskan keadilan," ujar dia.
Yahya menegaskan, UI terus berupaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan untuk menjadi institusi pendidikan yang terpercaya berlandaskan 9 Nilai Universitas Indonesia.
Pihak Universitas Indonesia pun meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan terkait Bahlil yang menjadi mahasiswa Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) ini.
UI mengakui bahwa permasalahan ini, antara lain bersumber dari kekurangan UI sendiri, dan tengah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya baik dari segi akademik maupun etika.
UI pun telah melakukan evaluasi mendalam terhadap tata kelola penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG sebagai komitmen untuk menjaga kualitas dan integritas akademik.
"Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari unsur Senat Akademik dan Dewan Guru Besar telah melakukan audit investigatif terhadap penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG yang mencakup pemenuhan persyaratan penerimaan mahasiswa, proses pembimbingan, publikasi, syarat kelulusan, dan pelaksanaan ujian," imbuh Yahya.
Sebelumnya diberitakan, Bahlil Lahadalia berhasil meraih gelar Doktor dalam program studi (Prodi) Kajian Strategik dan Global di Universitas Indonesia (UI).
Bahlil berhasil lulus dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan dengan predikat dengan pujian cumlaude. Bahlil mengangkat disertasi berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia", sesuai dengan bidang yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir sebagai menteri.
Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan.
Keempat masalah itu adalah dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.
Bahlil pun merekomendasikan empat kebijakan utama sebagai solusi, yakni reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah.
Kemudian penyediaan pendanaan jangka panjang untuk Perusahaan nasional di sektor hilirisasi, serta kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang.
Namun, disertasi Bahlil itu dianggap janggal oleh banyak pihak, salah satunya Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang merasa dicatut sebagai informan dalam disertasi Bahlil.
Bahlil belum merespons dugaan praktik joki yang dilaporkan Jatam. Namun, ia pernah mengeklaim bahwa ia telah menjalankan seluruh proses studi sesuai mekanisme yang berlaku di UI.