Uji Kelayakan Capim KPK Johanis Tanak, Pelanggaran Etik Diungkit Lagi
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR RI pada Selasa (19/11/2024) untuk kembali menjabat sebagai pimpinan lembaga anti rasuah.
Dalam sesi tersebut, dugaan pelanggaran etik yang melibatkan Tanak menjadi sorotan.
Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas mengungkapkan kekhawatirannya terkait komunikasi Tanak dengan pihak berperkara, yaitu M. Idris Froyoto Sihite.
“Begini Pak, berdasarkan hasil penelusuran kami, yang kita lihat lah, saudara pernah terlibat dan berkomunikasi dengan pihak yang berperkara yakni M Idris Froyoto kalau enggak salah,” ujar Hasbiallah di ruang rapat Komisi III DPR RI.
Politikus PKB tersebut meminta Tanak untuk memberikan penjelasan mengenai masalah ini. Sebab, KPK memerlukan pemimpin yang memiliki integritas tinggi.
“Bisakah saudara menjelaskan tentang hal ini? Karena bagi kita pimpinan harus bersih. Kalau kita mau menyapu kotoran, menurut saya yang punya harus bersih, Pak,” kata Hasbiallah.
Diberitakan sebelumnya, Johanis Tanak diduga melanggar etik karena menjalin komunikasi dengan Kepala Biro (Kabiro) Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) M. Idris Froyoto Sihite.
Komunikasi itu diduga terjadi pada 27 Maret 2023 melalui aplikasi WhatsApp.
Adapun Sihite merupakan pihak yang berperkara karena menjadi saksi dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM.
Pada hari tersebut, tim penyidik KPK tengah menggeledah kantor Sihite terkait kasus tukin. Menurut Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tanak mengetahui posisi Sihite karena ia mengikuti gelar perkara kasus tersebut.
Namun Tanak dinyatakan tidak bersalah melanggar kode etik terkait komunikasi dengan pihak yang berperkara, yakni Idris Froyoto Sihite.
Putusan itu dibacakan oleh majelis sidang etik yang terdiri dari tiga anggota Dewas KPK, yakni Harjono, Albertina Ho, dan Syamsuddin Haris.
Ketua Majelis Sidang Etik Harjono mengatakan, Tanak dinilai tidak terbukti melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf j dan Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku.
"Menyatakan terperiksa Saudara Dr Yohanes Tanak S.H, M. Hum. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku," kata Harjono dalam sidang di ruang sidang etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam persidangan itu mengungkapkan, pihaknya telah menemukan bukti adanya komunikasi antara Tanak dengan Sihite pada 27 Maret.
Bukti itu didapatkan di antaranya dari hasil ekstraksi ponsel Sihite. Telepon genggam itu diperiksa di Laboratorium Barang Bukti Elektronik KPK.
Namun demikian, isi percakapan itu tidak diketahui lantaran Johanis Tanak menghapus isi pesan yang dikirim kepada Sihite.
Majelis Sidang Etik Dewas juga memutuskan agar martabatnya dipulihkan seperti semula.
"Memulihkan hak Terperiksa Sdr. Dr. Yohanes Tanak S.H., M.Hum. dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula," tutur Harjono lagi.
Dalam sidang itu, anggota Majelis Hakim Sidang Etik Dewas Albertina Ho menyampaikan perbedaan pandangan atau dissenting opinion.
Albertina menilai, Tanak terbukti bersalah karena berkomunikasi dengan Idris Sihite dan tidak memberitahukan hal itu kepada pimpinan lain.
Tindakan Tanak menghapus pesannya kepada Sihite juga dinilai karena mengetahui percakapannya memuat benturan kepentingan.
Di sisi lain, Idris Sihite mengaku isi pesan yang dihapus Tanak itu di antaranya meliputi nama perusahaan.