UMP Jakarta 2025 Naik Jadi Rp 5,3 Juta, Pekerja Masih Merasa Terbebani
JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta tahun 2025 menjadi Rp 5,3 juta yang ditetapkan pemerintah provinsi dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal.
Rahmat (29), seorang pegawai swasta di Jakarta Pusat yang baru menikah tahun ini menilai, kenaikan UMP tidak akan memberikan dampak signifikan untuk kehidupannya.
“Rakyat kelas menengah lagi-lagi harus terus bersabar dan berhemat. Cukup atau tidak, UMP ini harus dicukupkan,” ujar Rahmat saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (14/12/2024).
Meski pendapatannya bakal naik, Rahmat menilai, adanya potongan pajak dibarengi inflasi bakal semakin menekan penghasilannya.
“Kalau dipotong pajak 12 persen dan ditambah inflasi, uang yang tersisa tidak seberapa. Ujung-ujungnya, kami lagi yang harus menanggung beban,” lanjut Rahmat.
Ia pun berharap pemerintah lebih bijaksana dalam membuat kebijakan ekonomi agar tidak membebani masyarakat.
“Semoga pemerintah lebih bijak buat kebijakan yang sekiranya tidak perlu hingga membebankan APBN. Kalau APBN bengkak, rakyat lagi yang jadi korban. Semoga kebijakan ke depan lebih berpihak kepada kami,” ucap Rahmat.
Hal serupa dirasakan Dita (27), pegawai ritel di Jakarta Selatan. Meski menyambut baik kenaikan UMP, ia khawatir pengeluaran sehari-hari ikut meningkat.
“Saya senang ada kenaikan gaji, tapi kalau harga kebutuhan pokok naik terus, tetap saja sulit. Gaji naik sedikit, tapi harga sembako, pasti suka naik lebih cepat,” kata Dita.
Setiap bulan, Dita harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya mengingat keluarganya tinggal di Kabupaten Bogor.
“Kenaikan UMP belum benar-benar membantu kalau semuanya serba mahal,” ujar dia.
Sementara itu, Efriza (26) menilai kenaikan ini belum cukup untuk menutupi biaya hidup yang semakin mahal di Jakarta.
“Kenaikan UMP itu kelihatannya besar, tapi setelah dipotong pajak dan ditambah biaya harian seperti sewa kos, transportasi, dan makan, gaji cepat habis. Setiap bulan, saya harus memikirkan cara bertahan sampai gajian berikutnya,” ujar Efriza.
Meski belum memiliki tanggungan keluarga, Efriza tetap merasa gajinya terkuras untuk kebutuhan sehari-hari.
“Buat makan, kalau jalan sama teman-teman pasti kita butuh itu juga. Belum lagi ongkos, saya biasa ke mana-mana naik kereta tapi kalau buru-buruk naik ojek online, itu yang menambah biaya. Rasanya, gaji hanya lewat begitu saja,” kata Efriza.
Para pekerja berharap kenaikan UMP ini dibarengi dengan kebijakan lain yang mendukung kesejahteraan masyarakat, seperti subsidi bahan pokok atau pengendalian harga. Tanpa itu, kenaikan gaji hanya terasa seperti “angin lalu” yang tidak memberi perubahan nyata.
Dengan biaya hidup yang semakin tinggi, pekerja kelas menengah di Jakarta masih harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari meskipun UMP naik.