UMP Jakarta Naik Jadi Rp 5,3 Juta, Cukupkah di Tengah Hantaman Kenaikan Biaya Hidup?
JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta tahun 2025 sebesar Rp 5,3 juta mendapat respons beragam dari kalangan pekerja.
Beberapa pekerja menilai jumlah tersebut belum cukup untuk bertahan hidup di tengah tingginya biaya hidup di Jakarta.
Kondisi ini semakin kompleks dengan melonjaknya harga kebutuhan pokok, sewa tempat tinggal, dan biaya pendidikan.
Salah satu pekerja ritel di Jakarta, Dita (27), menilai kenaikan UMP kerap dibarengi dengan meningkatnya harga kebutuhan sehari-hari. Dengan gaji Rp 5 juta per bulan, Dita hidup pas-pasan di kota metropolitan seorang diri.
Dita yang berasal dari Kabupaten Bogor itu tinggal di sebuah kos sederhana seharga Rp 1,5 juta per bulan.
“Biasanya kalau gaji naik, semua naik. Bisa saja kos makin mahal, harga makan juga naik. Kalau dapat tambahan Rp 300.000 dari kenaikan UMP, paling cuma bisa tambah sedikit buat tabungan atau keperluan mendadak. Kalau tidak ngekos, capek di jalan,” ujar Dita saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (14/12/2024).
Dalam sebulan, Dita menghabiskan sekitar Rp 1,2 juta untuk makan sehari-hari. Lalu, Rp 500.000 untuk transportasi, sisanya untuk pulsa, hiburan atau pergi bermain, serta keperluan lainnya.
Tabungannya hanya berkisar Rp 500.000, itu pun sering terkuras jika ada pengeluaran tak terduga.
“Kalau saya mungkin karena belum menikah jadi masih bisa menyisihkan sedikit untuk menabung ya. Soal pemasukan dan pengeluaran itu tergantung dari masing-masing diri sih,” kata dia.
Keluhan lain disampaikan Suponco (31), pekerja logistik di Jakarta Utara yang baru menikah awal tahun ini.
Bersama istrinya, ia menyewa kontrakan kecil dengan harga Rp 2 juta per bulan. Kenaikan UMP menjadi Rp 5,3 juta belum bisa memberikan rasa aman finansial buat Suponco.
“Setiap bulan, pengeluaran kami hampir selalu habis tanpa sisa. Setelah bayar kontrakan, makan, transportasi, dan tagihan, sepertinya hampir tidak ada yang bisa ditabung," ungkap dia.
Dengan pengeluaran makan berdua mencapai Rp 1,8 juta dan transportasi sekitar Rp 800.000 dalam sebulan, Suponco kerap merasa khawatir jika ada kebutuhan mendadak.
Ia juga mulai memikirkan biaya untuk masa depan, seperti persiapan memiliki anak dan pendidikan buah hati.
“Kalau sudah punya anak nanti, pasti pengeluarannya bertambah. Alhamdulillah istri kerja, gaji hampir sama pas UMR, tapi kehidupan di Jakarta terkadang uang cepat habisnya,” kata dia.
Sementara itu, Rani Rakhmawati (29), seorang staf administrasi di perusahaan di Jakarta Selatan menilai kenaikan UMP belum bisa memenuhi kebutuhan orang yang telah berkeluarga.
Rani yang tinggal bersama suami dan satu orang anak menilai, pendapatannya yang setara dengan UMP terasa sangat kurang.
Apalagi, suami Rani bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu.
Dalam sebulan, Rani harus mengalokasikan Rp 1,5 juta untuk sewa rumah kontrakan, Rp 2 juta untuk makan sekeluarga, dan Rp 1,5 juta untuk biaya sekolah anak.
Transportasi dan tagihan rumah tangga lainnya menambah beban pengeluaran hingga mencapai lebih dari Rp 2,4 juta.
“Seringkali uang habis untuk kebutuhan anak, mereka harus jajan juga. Jangan salah, anak masuk PAUD, TK itu biayanya lebih tinggi. Pusingnya di sana,” ujar Rani
Rani berharap pemerintah bisa menyediakan subsidi pendidikan gratis untuk anak PAUD atau TK agar meringankan beban keluarga pekerja.