Usaha Ini Ubah Limbah untuk Co-Firing Demi Energi Bersih PLTU di Banten

Usaha Ini Ubah Limbah untuk Co-Firing Demi Energi Bersih PLTU di Banten

Kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ada di Banten terhadap biomassa terus meningkat karena target energi terbarukan dan upaya mengurangi ketergantungan batubara. Demi terciptanya energi bersih dan penurunan emisi karbon, ada yang melakukan pemanfaatan limbah dan sampah untuk membuat biomassa.

Salah satunya ada di Pandeglang dan Kota Serang untuk suplai biomassa sebagai campuran batubara dalam teknologi co-firing di PLTU. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Pandeglang, sejak April 2022, pengelola TPA memanfaatkan limbah sampah menjadi bahan bakar jumputan padat atau BBJP sebagai campuran pembakaran batubara dengan teknologi co-firing.

Melalui BUMD Pandeglang Berkah Maju (PBM), setiap hari perusahaan ini menghasilkan 1 ton biomassa untuk bahan bakar PLTU Labuan.

"Jadi, BUMD ini salah satunya mengelola sampah menjadi BBJP, ini bahan bakunya 80 persen organik dan 20 persen anorganik," kata Kepala UPT TPA Bangkonol Ida Jahidatul Falah saat berbincang dengan detikcom, Kamis (31/10/2024).

Di TPA ini, ditempatkan mesin pencacah yang mengubah ranting, batok kelapa, plastik yang dibuang masyarakat menjadi barang yang bermanfaat untuk mendukung pengurangan emisi karbon. Satu hari, satu ton BBJP dihasilkan dan dikirim setiap dua pekan sekali.

Ida menyebut, kapasitas produksi 1 ton per hari untuk pasokan co-firing ke PLTU Labuan menurutnya terbilang masih sangat kecil. Kendala pembuatan BBJP adalah alat yang kurang memadai. Padahal, bahan baku sampah termasuk limbah organik terbilang melimpah.

BBJP yang mereka produksi pun hanya bisa dikirim untuk kebutuhan di PLTU Labuan dan belum ke PLTU lain yang ada di Banten.

"Kebutuhan di sini saja nggak tercukupi, kita baru bisa memenuhi 200 ton, jadi masih kurang, jadinya belum bisa suplai yang di luar Pandeglang," terangnya.

Di Kota Serang, salah satu yang memproduksi limbah menjadi biomassa untuk co-firing dilakukan oleh pabrik kayu veneer untuk bahan triplek di Jalan Lingkungan Cidadap, Curug. Mereka memanfaatkan limbahnya menggunakan mesin pencacah agar menjadi biomassa.

Limbah cacahan kayu diubah menjadi biomassa menggunakan mesin produksi lokal. Mekanisme mesinnya memotong limbah kayu tipis oleh pisau yang digerakan oleh motor lalu dijadikan serbuk berukuran 2 hingga 4 milimeter oleh hammer mill di dalam mesin. Serbuk halus itu kemudian dihisap vakum menuju penampungan dalam bentuk biomassa.

Salah satu pekerja bernama Toni mengatakan, setiap hari, biomassa yang mereka produksi memang masih terbilang sedikit hanya di angka 1 ton lebih. Padahal, limbah cacahan kayu sisa veneer bisa mencapai belasan ton dan setiap hari hanya di bakar.

"Paling hanya satu ton, tapi terus produksi aja," ujarnya.

Sebelum ikut memproduksi limbah di pabrik berskala kecil menengah ini, Toni mengaku pernah menjadi pengirim biomassa berbahan baku kayu maupun sekam padi. Ia mengirimkannya ke PLTU yang ada di Banten seperti Labuan dan Suralaya. Biomassa yang ia dapat, salah satunya dikumpulkan dari sisa panglong kayu.

Humas dan Community Development PT PLN Indonesia Power UBP Suralaya Benanda Diyo Aindrasyam terpisah mengatakan, kebutuhan biomassa setiap tahun sebetulnya terus meningkat. PLTU Suralaya di tahun 2024 saja membutuhkan 328.407 ton biomassa untuk implementasi co-firing. Penggunaan biomassa juga katanya untuk mengurangi ketergantungan pada batubara sekaligus untuk menekan emisi karbon dioksida.

"Kebutuhan biomassa di Suralaya sebesar 328.407 ton pada tahun 2024 atau setara dengan penurunan emisi karbon sebesar 316.754 ton CO2," ujarnya ke detikcom.

PLTU Suralaya bahkan menyadari perlu adanya kolaborasi baik itu dengan masyarakat dan pemerintah daerah. Beberapa tanaman energi misalnya Kaliandra atau Lamtoro, bisa ditanam oleh masyarakat karena itu adalah tanaman energi dan bisa jadi pasokan biomassa. Apalagi, ada manfaat ekonomi dan bisa meningkatkan kesadaran soal energi terbarukan.

"Kami percaya dengan melibatkan komunitas dalam penanaman dan pengelolaan tanaman ini, kita dapat menciptakan peluang kerja dan meningkatkan kesadaran pentingnya energi terbarukan," jelasnya.

Bahkan katanya, imbas dari penggunaan biomassa di PLTU Suralaya, emisi karbon dioksida juga terus menurun. Catatannya, 1,1 juta ton emisi berkurang dari penggunaan teknologi co-firing dengan campuran biomassa sejak 2022.

"PT PLN dan PLN Indonesia Power menerapkan co-firing di 28 unit pembangkit termasuk Suralaya dengan angka pengurangan emisi sekitar 1.176.000 ton sejak 2022," jelasnya.

Sumber