Viral Pagar Laut 30 Km Misterius di Tangerang, Nelayan Ngaku Terancam
Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten telah memicu kekhawatiran di kalangan nelayan tradisional.
Pengurus Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Miftahul Khausar menyampaikan, pagar laut ini berdampak negatif lantaran menyebabkan hilangnya akses nelayan tradisional ke wilayah tangkap yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan.
“Nelayan tidak dapat memasuki area yang telah dipagari, sehingga wilayah tangkap secara efektif lenyap,” kata Miftahul kepada Bisnis, Rabu (8/1/2025).
Kondisi ini, lanjutnya, memaksa nelayan untuk mencari lokasi tangkap baru yang lebih jauh, yang tidak hanya meningkatkan biaya operasional seperti bahan bakar, tetapi juga memperbesar risiko keselamatan ketika melaut.
Selain itu, dia mengungkap bahwa hilangnya wilayah tangkap ini secara langsung menambah beban ekonomi. Pasalnya, biaya tambahan kerap kali tak sebanding dengan hasil tangkapan yang diperoleh.
“Situasi ini mengancam keberlanjutan mata pencaharian nelayan tradisional dan menimbulkan ketidakpastian yang besar terhadap penghidupan sehari-hari,” ujarnya.
Adapun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku hingga saat ini belum mengetahui siapa pemilik pagar laut sepanjang 30,16 km itu. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengatakan pihaknya bakal mendorong penyelesaian masalah pemagaran laut tersebut.
“Saya berikan dukungan, mendukung adanya diskusi hari ini, sehingga terkait masalah pemagaran laut semakin jelas, bagaimana menyikapi solusinya,” kata Kusdiantoro dalam Diskusi Publik Permasalahan Pemagaran Laut Tangerang Banten di Kantor KKP Jakarta seperti dikutip dari Antara, Selasa (7/1/2025).
Kusdiantoro menilai, pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut.
Oleh karena itu, dia mengharapkan agar diskusi ini dapat menghasilkan solusi yang dapat menjawab masalah yang berkembang dan semakin mencerahkan kepada masyarakat agar bisa mengikuti aturan yang ada khususnya terkait dengan pengelolaan ruang laut.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km.
Eli menuturkan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir.
“Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya.
Panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan perincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda No.1/2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
“Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya,” ujarnya.