Vonis Bebas Ronald Tannur Buka Tabir Rasuah dari Yang Mulia
Jagat dunia hukum Indonesia di tahun 2024 memunculkan noda hitam. Hakim yang diharapkan menjadi pengadil yang adil bagi masyarakat, justru terlibat suap dalam memuluskan jalan kebebasan seorang terdakwa.
Hal ini tertuang dalam sengkarut vonis bebas yang diterima Gregorius Ronald Tannur atau Ronald Tannur. Vonis itu diketok oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan masing-masing bernama Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), Heru Hanindyo (HH).
Ronald Tannur merupakan terdakwa dalam kasus penganiayaan berujung tewasnya Dini Sera. Keduanya memiliki hubungan pasangan kekasih. Perbuatan Ronald kepada Dini terjadi pada Oktober 2023. Polisi menetapkan Ronald Tannur sebagai tersangka dan menahannya sejak 6 Oktober 2023. Kasus ini lalu bergulir hingga ke meja hijau di PN Surabaya.
Jalannya peradilan kepada Ronald Tannur berlangsung layaknya sidang pidana pada umumnya. Sejumlah saksi fakta hingga saksi ahli dihadirkan dalam muka pengadilan. Namun, pada 24 Juli 2024 tiga hakim pengadil kasus tersebut memutuskan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Majelis hakim yang mengadili Ronald Tannur ini diketuai oleh Erintuah Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo. Majelis hakim menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pembunuhan ataupun penganiayaan sebagaimana didakwakan oleh jaksa.
Hakim membebaskan Ronald Tannur dari seluruh dakwaan serta tuntutan hukuman 12 tahun penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan yang dituntut oleh jaksa. Hakim menyatakan tidak melihat fakta sebagaimana diuraikan jaksa dalam dakwaan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) meradang dan siap menyatakan banding. Di tahap ini, Kejagung mulai mencium adanya bau anyir dari vonis bebas yang diterima Ronald Tannur.
Tiga bulan berselang, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menganulir vonis bebas dari Ronald Tannur. Dia lalu dijatuhkan hukuman lima tahun penjara. Hakim menyatakan Ronald Tannur terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan Dini Sera tewas. MA juga menyebut kejaksaan dapat segera mengeksekusi Ronald Tannur.
Sehari dari putusan MA, Kejagung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada tiga hakim PN Surabaya pemberi vonis bebas Ronald Tannur. Kejagung menduga tiga hakim tersebut menerima suap agar membebaskan Ronald Tannur.
Penyidik Kejagung juga menyita Rp 20 miliar terkait dugaan suap dan gratifikasi tiga hakim PN Surabaya itu. Uang itu didapat dari penggeledahan di enam lokasi. Duit tersebut terdiri dari berbagai pecahan mata uang asing.
"Selain penangkapan, tim penyidik juga melakukan penggeledahan ada di beberapa tempat di beberapa titik terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi penyuapan dan/atau gratifikasi sehubungan dengan perkara tindak pidana hukum yang telah diputus di Pengadilan Negeri Surabaya atas nama terdakwa Ronald Tannur," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Rabu 23 Oktober 2024.
Baca di halaman selanjutnya.
Kejagun seperti tidak ingin melewatkan momentum putusan yang diberikan MA. Setelah menangkap tiga hakim PN Surabaya, Kejagung lalu menangkap Ronald Tannur pada 27 Oktober 2024. Dia ditangkap oleh Kejati Jatim dan Kejari Surabaya.
"Iya benar Ronald Tannur tadi diamankan sekira pukul 14.40," kata Harli Siregar kepada detikcom, 27 Oktober 2024.
Ronald ditangkap di perumahan Victoria Regency Surabaya. "Di perumahan Victoria Regency Surabaya, saat ini yang bersangkutan sudah dibawa ke Kejati Jatim," ujarnya.
Sengkarut vonis bebas Ronald Tannur ini terus bergulir hingga Kejagung menangkap mantan pegawai MA, Zarof Ricar, di Bali pada 24 Oktober 2024. Dalam penangkapan disertai penggeledahan itu tim Kejagung menemukan bukti uang tunai hamper Rp 1 triliun.
Kejagung mengatakan ada uang tunai Rp 920 miliar dalam pecahan mata uang asing yang ditemukan saat menggeledah kediaman Zarof. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan penyidik menemukan uang tunai Rp 5.725.075.000 (Rp 5,7 miliar), 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar Amerika Serikat (AS), 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.
"Yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920.912.303.714 (Rp 920 miliar)," jelas Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, 25 Oktober 2024.
Lalu, dari mana korelasi Zarof dengan perkara Ronald Tannur?
Kejagung mengatakan Zarof diduga menjadi makelar perkara Ronald Tannur dengan dugaan penerimaan fee Rp 1 miliar untuk mengurus perkara. Qohar mengatakan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, menyiapkan Rp 6 miliar agar Ronald divonis tak bersalah. Uang itu ditujukan ke Hakim Agung yang mengadili Ronald Tannur di tingkat kasasi.
"LR sampaikan ke ZR akan siapkan dana Rp 5 M untuk hakim agung dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 M atas jasanya," jelas Qohar.
Total, ada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur. Mereka ialah Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), Heru Hanindyo (HH) serta Lisa Rahmat (LR) selaku pengacara Ronald Tannur yang diduga pemberi suap.
Kejagung juga telah melimpahkan berkas perkara terhadap tiga hakim penerima suap dari pihak Ronald Tannur. Tiga pengadil PN Surabaya itu segera disidang di PN Tipikor Jakarta dalam kasus suap dan gratifikasi.
Simak juga Video ‘Gugatan Praperadilan Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Ditolak!’
[Gambas Video 20detik]