Vonis Harvey Moeis Dinilai Penuhi Validitas meskipun Dikritik Ringan dan Tak Adil

Vonis Harvey Moeis Dinilai Penuhi Validitas meskipun Dikritik Ringan dan Tak Adil

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis ringan yang diterima Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah, dianggap sudah memenuhi validitasnya.

Dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun itu, Harvey telah divonis 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.

Vonis ini dianggap ringan dan sempat dikomentari oleh mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

"Dilihat secara normatif, putusan itu memenuhi validitasnya, sebab itu sesuai dengan minimal dan maksimal ancaman pidana dalam UU Tipikor," kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Topo Santoso, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/12/2024).

Topo menuturkan, pandangan yang disampaikan Mahfud MD sangat wajar dan bisa dipahami.

Sebab, Mahfud sudah malang melintang di lingkup pemerintahan yang mengetahui berbagai informasi dan selalu bersuara ketika melihat ketidakadilan.

"Sangat wajar dan bisa dipahami keberatan dari Prof Mahfud MD, yang menyatakan putusan itu terlampau kecil. Itu kita lihat dari sisi soundness/virtue (keadilan, kewajaran, kebajikan). Masyarakat berbeda-beda pandangannya," ucapnya.

Adapun terkait pembayaran uang pengganti senilai Rp 210 miliar, ia menekankan bahwa jumlahnya dilihat dari berapa yang diambil pelaku, bukan jumlah kerugian negara.

Sebagaimana diketahui, dalam fakta persidangan, jumlah kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp 300 triliun.

"(Sedangkan) kalau denda tidak dikaitkan dengan berapa keuangan negara yang diambil terdakwa. Denda sudah ada batasan minimal dan maksimalnya seperti pidana penjara," jelas Topo.

Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD mempertanyakan terpenuhi atau tidaknya keadilan dalam vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis.

“Di mana keadilan?” kata Mahfud dalam unggahan di media sosial Instagram-nya, @mohmahfudmd, Kamis (26/12/2024).

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerbitkan Putusan Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang mengatur bahwa dalam kasus korupsi (bukan suap dan gratifikasi), kerugian negara atau kerugian ekonomi harus bersifat nyata, bukan potensi.

Namun, kata Mahfud, jaksa penuntut umum hanya menuntut Harvey dihukum 12 tahun penjara, membayar denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.

Hakim akhirnya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.

“Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 triliun, tapi jatuh vonisnya hanya Rp 211 miliar (denda dan uang pengganti), atau sekitar 0,007 persen saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” ujar Mahfud.

“Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 triliun, tapi jatuh vonisnya hanya Rp 211 miliar (denda dan uang pengganti), atau sekitar 0,007 persen saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” lanjut mantan Ketua MK itu.

Sumber