Vonis Harvey Moeis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa, Bagaimana Penjelasannya?

Vonis Harvey Moeis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa, Bagaimana Penjelasannya?

JAKARTA, KOMPAS.com - Kontroversi terkait vonis ringan terhadap terdakwa dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, belum surut.

Publik, melalui berbagai saluran media, terus mengungkapkan ketidakpuasan terhadap hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar yang dijatuhkan kepada suami aktris Sandra Dewi ini.

Banyak yang menilai hukuman tersebut terlalu ringan, mengingat perbuatan Harvey dan para terdakwa lainnya menyebabkan kerugian keuangan negara dan dampak lingkungan sebesar Rp 300 triliun.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan bahwa Harvey terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Perbuatan ini dilakukan bersama-sama dengan mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, serta kawan-kawan lainnya.

Hal ini diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 juncto Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

Dia juga menjelaskan bahwa Harvey terlibat dalam praktik melawan hukum, termasuk menginisiasi kerjasama sewa alat pengolahan antara PT Timah dengan beberapa smelter swasta, yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliun.

Kemudian, Harvey juga turut serta membahas penyerahan 5 persen dari kuota ekspor logam timah para perusahaan smelter swasta hingga kebijkan terkait pembelian bijih timah.

“Menimbang bahwa dengan demikian, berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka unsur melawan hukum dalam pasal ini telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Hakim Anggota Suparman Nyompa.

Hukuman yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Jaksa dari Kejaksaan Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, dan uang pengganti Rp 210 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Jaksa menilai perbuatan Harvey telah melanggar hukum dan merugikan keuangan negara.

Namun, majelis hakim memutuskan hukuman 6,5 tahun penjara bagi Harvey, yang hampir setengah dari tuntutan jaksa.

Hakim Eko berpendapat bahwa tuntutan tersebut terlalu berat dan menjelaskan bahwa Harvey tidak memegang peran besar dalam kerjasama sewa smelter antara PT Timah dan lima perusahaan swasta lainnya.

Harvey, kata dia, tidak menduduki jabatan struktural di PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan yang diwakilinya dalam rapat-rapat dengan PT Timah.

"Bahwa terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT sehingga bukan pembuat keputusan kerjasama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT, begitu pula terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT maupun PT Timah Tbk,” ungkapnya.

Vonis ringan terhadap Harvey Moeis juga menarik perhatian Presiden Prabowo Subianto.

Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Bappenas, Jakarta, Prabowo menyatakan bahwa perbuatan yang merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah seharusnya tidak dihukum dengan vonis yang terlalu ringan.

“Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringan lah,” tegasnya, Senin (30/12/2024).

Prabowo menyebutkan bahwa masyarakat memahami bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak sebanding dengan kerugian negara.

“Tapi rakyat pun ngerti. Rakyat di pinggir jalan ngerti. Rampok triliunan, ratusan triliun, vonisnya sekian tahun. Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” tambahnya.

Ia meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding atas vonis yang dinilai ringan tersebut.

Menanggapi permintaan tersebut, Burhanuddin menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan banding.

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengonfirmasi bahwa jaksa telah mengajukan banding terhadap vonis ringan Harvey Moeis.

“Kami berkomitmen, dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, melakukan banding dan sudah didaftarkan di pengadilan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Menurut Harli, saat ini jaksa penuntut umum (JPU) tengah menyusun poin-poin dan dalil-dalil memori banding sembari menunggu salinan putusan.

Dia juga menegaskan bahwa tuntutan jaksa sebelumnya terhadap Harvey Moeis, yakni 12 tahun penjara, sudah sesuai dengan alat bukti yang ada.

“Itu juga bisa kami jadikan sebagai pedoman, sebagai dasar untuk menyusun dalil-dalil yang kami sampaikan. Karena kita tahu bahwa dari sisi strachmat (lama tuntutan) yang diajukan bahwa penuntut umum menuntut yang bersangkutan 12 tahun, tetapi hanya diputus dengan 6,5 tahun,” ujarnya.

Sumber