Vonis Penjara Bagi Mereka yang Seharusnya Si Paling Antikorupsi
Skandal pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan) KPK telah memasuki babak akhir saat memasuki penghujung tahun 2024. Para terdakwa yang merupakan mantan pegawai KPK ini menerima hukuman empat hingga lima tahun penjara.
Total ada 15 mantan pegawai KPK yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan vonis kepada para terdakwa di tanggal 13 Desember 2024. Hakim menyatakan para terdakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
"Mengadili. Menyatakan Terdakwa I Muhammad Ridwan, Terdakwa II Mahdi Aris, Terdakwa III Suharlan, Terdakwa IV Ricky Rachmawanto, Terdakwa V Wardoyo, Terdakwa VI Muhammad Abduh, Terdakwa VII Ramadhan Ubaidillah tersebut di atas terbukti tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan," kata ketua majelis hakim Maryono saat membacakan amar putusan.
"Mengadili. Menyatakan Terdakwa I Deden Rochendi, Terdakwa II Hengki, Terdakwa III Mahdi Aris, Terdakwa IV Eri Angga Permana, Terdakwa V Sopian Hadi, Terdakwa VI Achamd Fauzi, Terdakwa VII Agung Nugroho dan Terdakwa VIII Ari Rahman Hakim tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan," ujar hakim.
Praktik pungli di Rutan KPK terjadi sejak Mei 2019 hingga Mei 2023 kepada para tahanan KPK. Selama empat tahun nilai pungli yang terkumpul mencapai Rp 6,3 miliar.
Para tahanan yang menyetor duit mendapat fasilitas tambahan seperti boleh memakai HP dan lainnya. Sementara itu, tahanan yang tak membayar akan dikucilkan dan mendapat pekerjaan lebih banyak.
Sejak skandal pungli di Rutan KPK ini muncul di permukaan banyak publik yang kaget. Institusi yang seharusnya memberantas korupsi ternyata justru menyimpan praktik korup.
Dalam sidang di PN Tipikor Jakarta pada 1 Agustus 2024, tim jaksa KPK menyebut pungli di Rutan KPK sebagai ’tradisi lama’. Jaksa menghadirkan 15 terdakwa dalam sidang perdana tersebut. Para terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Kepala Rutan KPK, Achmad Fauzi; eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018, Deden Rochendi; eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021, Ristanta; serta Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022, Hengki.
Ada eks petugas di rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.
Jaksa KPK Syahrul Anwar awalnya menjelaskan Deden Rochendi menjabat Plt Kepala Cabang Rutan KPK tahun 2018. Deden lalu menunjuk koordinator rutan, koordinator registrasi rutan, koordinator pengelolaan rutan, hingga peran komandan regu (danru) yang membantu para koordinator tersebut.
Jabatan Deden lalu digantikan oleh Komang Krismawati berdasarkan Surat Tugas Sekretaris Jenderal KPK Nomor 4005/KP.04.00/50-54/12/2018 untuk periode 1 Januari 2019-1 Januari 2020. Namun, meskipun sudah tak menjabat, Deden tetap meminta Hengki meneruskan tradisi lama berupa pengumpulan uang dari para tahanan di Rutan KPK.
"Bahwa pada sekitar awal bulan Mei 2019 bertempat di Lantai 3 Gedung Merah Putih (K4) Terdakwa I Deden Rochendi melakukan pertemuan dengan Terdakwa II Hengki. Saat itu, meskipun sudah tidak lagi menjabat sebagai Plt Kepala Cabang Rutan KPK, Terdakwa I Deden Rochendi meminta Terdakwa II Hengki untuk tetap meneruskan ’tradisi lama’ di Rutan KPK," kata jaksa KPK di PN Tipikor Jakpus, 1 Agustus 2024.
"Yaitu meminta dan mengumpulkan uang dari para tahanan pada cabang Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, cabang Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), dan cabang Rutan KPK di Gedung C1. Akibat permintaan tersebut, Terdakwa II Hengki menyanggupinya," sambung jaksa KPK.
Deden, Hengki, Sopian, Sugarlan, Muhammad Eidwan, Muhammad Abduh, Ricky Rachmawanto, dan Ramadhan Ubaidillah melakukan pertemuan pada Mei 2019 di Setiabudi, Jakarta Selatan. Pertemuan itu membahas soal penunjukan ’lurah’ dan ‘korting’ untuk meneruskan tradisi lama pengumpulan uang ke para tahanan tersebut.
Posisi lurah dalam skandal tersebut bertugas mengoordinasi pengumpulan uang dari korting. Sementara itu, korting merupakan tahanan yang ditunjuk untuk mengumpulkan uang bulanan dari para tahanan di Rutan KPK.
Saksi demi saksi dihadirkan dalam sidang pungli Rutan KPK. Para saksi itu mayoritas merupakan koruptor yang pernah ditahan KPK. Kesaksian mereka membuka ragam hukuman yang harus diperoleh bagi para tahanan yang tidak memberikan pungli.
Salah satu kesaksian disampaikan oleh mantan Dirut PT Ayodya Multi Sarana, Kiagus Emil Fahmy Cornain, dalam sidang yang digelar pada 9 September 2024. Kiagus menyebut para tahanan sampai ada yang dikunci di sel tahanan.
Kiagus mengatakan awalnya enggan membayar iuran Rp 20 juta tiap bulannya saat ditahan di Rutan KPK. Namun, dia mengaku takut menerima sanksi jika tidak membayar ketentuan tersebut.
"Sebetulnya saya nggak mau bayar. Saya tanya, kalau saya nggak bayar, apa sanksinya? Kemudian dijelaskan oleh Juli Amar (sesama tahanan) nanti diisolasi lagi dan dislot, digembok. Kedua, tidak boleh olahraga, ketiga, tidak boleh sembahyang di masjid, keempat, makanan terlambat. Kita nggak diurus," jawab Kiagus.
Pengakuan serupa juga disampaikan oleh Dono Purwoko selaku terpidana kasus korupsi proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Minahasa, Sulawesi Utara. Dono mengaku pernah dilarang Jumatan karena belum membayar setoran bulanan.
"Tapi yang jelas saya mengalami ketika sebelum dipanggil itu, Jumatan itu saya nggak bisa. Jadi ini menurut saya ini adalah satu indikasi bahwa akan ada kerepotan-kerepotan atau masalah-masalah ketika nanti menjalani berproses hukum menghadapi masalah saya ini," kata Dono di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 2 September 2024.
Di sidang juga terungkap aliran uang pungli yang diterima oleh para terdakwa. Salah satunya diungkap oleh Agung Nugroho sebagai mantan pegawai Rutan KPK. Dia mengaku menerima duit pungli sebesar Rp 107 juta.
"Untuk di dakwaan, kan saya hanya Saudara Ricky dengan Saudara Ubai yang memberikan kepada saya, tapi di BAP (berita acara pemeriksaan) saya, saya sampaikan karena memang itu uang sebenarnya tidak hak saya. Saya sampaikan di situ termasuk yang dari Pak Firjan Taufan. Jadi ketika nanti saya mengembalikan, Pak, semuanya, biar semuanya kembali keluar dari tempat saya, seperti itu. Jadi yang di dakwaan itu cuma dua, Rp 46 (juta) dengan berapa itu. Nah, itu saya tambahkan pengakuan saya sendiri, saya pernah dikasih Saudara Firjan Taufan," kata Agung Nugroho di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 15 November 2024.
"Totalnya itu Rp 107 (juta) ya?" tanya jaksa.
"Rp 107 (juta), siap," ujar Agung.
Agung adalah contoh kecil dari pungli yang diterima para terdakwa. Para terdakwa lainnya rata-rata mendapatkan jutaan rupiah dari pembagian jatah pungli Rutan KPK.
Berikut vonis lengkap terdakwa pungli Rutan KPK
Deden Rochendi, divonis 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 398 juta subsider 1,5 tahun
Hengki, divonis 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 419.600.000 juta subsider 1,5 tahun
Ristanta, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 136 juta subsider 1 tahun
Eri Angga Permana, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 4 bulan, serta uang pengganti Rp 94.300.000 subsider 6 bulan
Sopian Hadi, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 4 bulan, serta uang pengganti Rp 317 juta subsider 1,5 tahun
Achmad Fauzi, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 34 juta subsider 6 bulan
Agung Nugroho, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 4 bulan, serta uang pengganti Rp 56 juta subsider 6 bulan
Ari Rahman Hakim, divonis 4 tahun penjara, denda 200 juta subsider 4 bulan
Muhammad Ridwan, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 159.500.000 subsider 8 bulan
Mahdi Aris, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 96.200.000 subsider 6 bulan
Suharlan, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 103.400.000 subsider 8 bulan
Ricky Rachmawanto, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 116.450.000 subsider 8 bulan
Wardoyo, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 71.150.000 subsider 6 bulan
Muhammad Abduh, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 93.950.000 subsider 6 bulan
Ramadhan Ubaidillah, divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 135.200.000 subsider 8 bulan