Wacana Denda Damai Ampuni Koruptor, Mahfud MD: Bukan Salah Kaprah, Salah Beneran
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas bahwa pelaku korupsi bisa diampuni dengan mekanisme denda damai bukan sekadar salah kaprah, melainkan benar-benar salah.
Mahfud mengatakan, denda damai hanya bisa diterapkan pada tindak pidana ekonomi yang meliputi perkara di perpajakan, bea cukai, dan kepabeanan, bukan untuk mengampuni koruptor.
“Saya kira bukan salah kaprah, salah beneran. Kalau salah kaprah itu biasanya sudah dilakukan, terbiasa meskipun salah. Ini belum pernah dilakukan kok,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Mahfud mencontohkan, denda damai itu bisa diterapkan ketika ada orang yang seharusnya membayar pajak Rp 100 miliar namun hanya menyetor ke negara Rp 95 miliar.
Setelah diketahui terdapat kecurangan, dilakukan perundingan antara otoritas terkait dengan orang tersebut mengenai besaran denda yang harus dibayarkan karena kecurangan itu.
“Nah sekarang yang Rp 5 (miliar) ini dikalikan berapa? Itu namanya denda damai,” tutur Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menegaskan, mekanisme penerapan denda damai ini sudah diatur dengan jelas di Undang-Undang Kejaksaan.
Kementerian Keuangan, kata Mahfud, meminta izin kepada Jaksa Agung untuk menerapkan denda damai.
Jumlah denda itu disebutkan dengan terang dan tidak secara diam-diam.
Dalam ketentuan Undang-Undang Kejaksaan yang baru, wewenang Jaksa Agung diperkuat dengan tidak perlu menerima usul dari instansi terkait.
Hal ini diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.
“Dan itu jelas di dalam Pasal 35 dan penjelasannya itu hanya untuk tindak pidana ekonomi tertentu. Korupsi enggak masuk,” tegas Mahfud.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut pengampunan bagi koruptor bisa diberikan melalui mekanisme denda damai, selain pengampunan dari presiden.
Supratman menyebut kewenangan denda damai dimiliki Kejaksaan Agung karena Undang-Undang Kejaksaan Agung yang baru memungkinkan hal itu.
“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.
Wacana pengampunan koruptor berawal dari pernyataan Presiden yang meminta para koruptor mengembalikan apa yang telah mereka curi dari negara.
Ia menyatakan pemerintah membuka peluang memaafkan para koruptor jika mereka mengembalikan apa yang telah dicuri dari negara.