Waka DPR soal PT 20% Dihapus: Mudah-mudahan Tak Jadi Karut-marut Baru

Waka DPR soal PT 20% Dihapus: Mudah-mudahan Tak Jadi Karut-marut Baru

Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20% kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional di pemilu sebelumnya. Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir berharap putusan ini tidak menjadi karut-marut baru.

Mulanya, Adies mengatakan pihaknya akan menaati putusan tersebut. DPR akan melaksanakannya sesuai putusan MK.

"Kita tunggu saja nanti pemerintah dan DPR seperti apa, ini kan belum dibahas, yang pasti perintah-perintah daripada putusan tersebut sudah ada," kata Adies di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2025).

"Demikian juga untuk mendengarkan aspirasi-aspirasi dari masyarakat, dan juga para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat, kami akan taat hukum dan akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut," sambungnya.

Adies menyampaikan, dalam putusan itu, MK mengusulkan kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering. Nantinya, katanya, pelaksanaan pilpres bisa disederhanakan dalam hal jumlah paslon.

"Di poin kelima, ada yang diperintahkan juga kepada pembuat undang-undang untuk melakukan constitutional engineering. Jadi constitutional engineering, rekayasa konstitusi, di mana rekayasa-rekayasa ini nanti bisa meminimalisir calon-calon yang ingin maju dan juga lebih membuat simple peraturan-peraturan tentang pemilihan presiden yang akan datang," katanya.

Adies Kadir mengaku cukup terkejut atas putusan MK itu. Sebab, dalam gugatan mengenai presidential threshold sebelumnya, katanya, MK selalu menolak gugatan tersebut.

"Putusan Mahkamah Konstitusi ini adalah kado yang mengejutkan di awal tahun 2025, di mana setelah puluhan gugatan, kalau tidak salah sekitar 32 atau 33 gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi selama ini selalu ditolak," ucapnya.

"Kemudian kali ini satu gugatan, kalau tidak salah nomor 62 PUU itu dikabulkan. Itu sesuatu yang sangat mengejutkan bagi kami, baik dari ormas MKGR maupun di Partai Golkar," katanya.

Meski begitu, Adies mengatakan putusan MK itu bisa membawa angin segar dalam perpolitikan di Indonesia. Di sinilah, Adies berharap putusan ini tidak menjadi karut-marut baru.

"Mudah-mudahan keputusan ini memberikan angin segar kepada sistem demokrasi perpolitikan di negara kita, negara Republik Indonesia, harapan kami seperti itu. Bukan nantinya malah membuat karut-marut baru, membuat persoalan baru di sistem demokrasi Indonesia kita, mudah-mudahan dengan ada putusan tersebut sistem kita, demokrasi kita akan bisa semakin baik," katanya.

MK sebelumnya telah membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.

MK pun meminta pemerintah dan DPR RI melakukan rekayasa konstitusional dalam merevisi UU Pemilu. Tujuannya agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.

Sumber