Waka MPR Ajak Komunitas Peduli Lingkungan Kolaborasi Atasi Perubahan Iklim
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menerima audiensi Emil Salim Institute (ESI) di Ruang Rapat Pimpinan MPR RI, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, kemarin.
Pada pertemuan ini, Eddy berterima kasih kepada komunitas dan organisasi yang peduli terhadap lingkungan hidup.
"Peduli pada lingkungan hidup merupakan amanat konstitusi. Hal demikian ditegaskan dalam Pasal 28H UUD NRI Tahun 1945. Jadi pertemuan yang kita gelar hari ini merupakan tugas konstitusi," kata Eddy dalam keterangannya, Sabtu (14/12/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga mengajak para komunitas peduli lingkungan untuk berkolaborasi dalam mengatasi perubahan iklim.
"Saat ini banyak komunitas, civil society, yang mempunyai kepedulian besar terhadap isu perubahan iklim, namun mereka berjalan sendiri-sendiri. Bila berhimpun dalam satu wadah, tentu saja gaungnya akan jauh lebih besar dan kuat dampaknya," sambungnya.
Eddy yang merupakan Anggota Komisi XII DPR RI ini pun mendukung penuh langkah ESI dan komunitas lainnya dalam mengkampanyekan pentingnya menjaga lingkungan hidup dan peduli terhadap perubahan iklim.
"Harus ada perpaduan antara rencana dan kerja nyata. Pentingnya berkolaborasi dengan seluruh kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap isu perubahan iklim termasuk di dalamnya memberi pendidikan kepada masyarakat terkait perubahan perilaku. Misalnya mendaur ulang sampah dan menghemat energi," paparnya.
Wakil Ketua Umum PAN ini juga mengajak para pengusaha untuk ikut serta peduli terhadap lingkungan hidup. Pasalnya, perubahan iklim saat ini semakin nyata, salah satunya adalah semakin berkurangnya debit air yang terjadi di seluruh Indonesia termasuk di daerah-daerah yang menjadi lahan pertanian.
"Gedung-gedung perkantoran yang saat ini menyerap energi dengan jumlah besar perlu menggunakan smart technology, misalnya memanfaatkan teknologi otomatisasi ketika sudah tidak ada orang di ruangan atau sebuah gedung, listrik dan AC-nya otomatis mati atau bisa juga dengan pemanfaatan solar panel di dalam gedung tersebut," jelasnya.
"Ada fenomena mengapa banyak petani yang menjual lahannya padahal lahan itu sudah dimiliki secara turun menurun. Mereka menjual lahannya bukan karena tidak bisa berkompetisi, bukan juga karena harga pupuk mahal dan kesulitan menjual produksi selepas panen, namun mereka menjual lahan sebab kekurangan air," imbuhnya.
Menurut Eddy, kekurangan air disebabkan sumber air yang ada banyak tersedot untuk kebutuhan industri dan rumah tangga.
Eddy pun mengimbau kepada pemerintah untuk memperhatikan dan mencari solusi terkait kekurangan air di Cianjur sebab kabupaten itu merupakan lumbung beras nasional agar tidak berdampak pada produksi beras nasional.
"Selama menjadi anggota DPR dari dapil di Cianjur, saya sudah membangun sumur air di 150 titik," paparnya.
Sebagai informasi, turut hadir dalam pertemuan tersebut yakini, komunitas Plasticpay, MyEco, Waste Water Industry, IEC, Puteri Chocolate, dan Queen of World Tourism.