Wakil Ketua Komisi XIII Minta Panglima TNI dan Kapolri Pecat Anggota yang Salahgunakan Senjata Api
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XIII Andreas Hugo Pareira meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot anggotanya yang terbukti menyalahgunakan senjata api.
Selain itu, Andreas juga meminta agar dilakukan proses hukum terhadap anggota tersebut dan diumumkan kepada publik.
"Sebagai warga negara, kita menuntut pimpinan petugas negara dalam hal ini Panglima TNI, Kapolri atau pimpinan-pimpinan dari kesatuan yang diberikan hak untuk menggunakan senjata api untuk secara tegas menindak anak buahnya yang menyalahgunakan senjata api," kata Andreas saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2025).
"Apabila penyalahgunaan tersebut menyebabkan kehilangan nyawa maka hukum dan pecat para petugas tersebut dan umumkan kepada publik," sambung dia.
Andreas mengatakan, penggunaan senjata api oleh aparat ditujukan untuk melindungi warga.
Penggunaan senjata api ini sudah diatur dalam disiplin setiap kesatuan, di mana mereka diberikan hak penggunaan senjata.
"Sehingga sebenarnya yang perlu dilakukan adalah penegakan disiplin dan sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan senjata api," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai meminta agar penggunaan senjata api dievaluasi secara menyeluruh.
Hal itu dikatakan Natalius menanggapi isu maraknya penggunaan senjata api di tempat publik yang menyebabkan kematian belakangan ini.
Seperti kasus penembakan di rest area Tol Tangerang-Merak yang dilakukan anggota TNI dan penembakan juga terjadi di Bone, Sulawesi Selatan, terhadap seorang pengacara.
"Artinya, terjadi penyalahgunaan senjata baik oleh aparat maupun masyarakat sipil yang harus jadi atensi baik oleh pimpinan TNI, Polri, dan juga Perbakin. Ini harus dievaluasi total karena jelas-jelas menyalahi prosedur dan peruntukan penggunaan senjata," kata Natalius Pigai dalam keterangan pers, Sabtu (4/1/2025).
Penggunaan senjata baik oleh aparat maupun masyarakat sipil diikat dengan ketentuan dan aturan yang sangat ketat, termasuk prosedur penggunaannya.
Sebab itu, peristiwa penembakan ini menjadi bukti adanya aspek legalitas dan prosedur yang dilanggar, sehingga bukan saja pengetatan yang diperlukan tetapi evaluasi total.
"Penggunaan senjata secara tidak bertanggung jawab jelas menjadi ancaman bagi hak asasi manusia dan juga ancaman bagi stabilitas sosial," tutur Pigai.
Munculnya kasus-kasus penembakan ini, kata Natalius, bukan saja menimbulkan ketakutan bagi masyarakat tetapi juga ancaman bagi hak hidup.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menyatakan, menurut Pasal 3 DUHAM, setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan pribadi.
Dia menilai, penyalahgunaan senjata yang menyebabkan ancaman terhadap keselamatan individu jelas bertentangan dengan hak asasi manusia.
"Salah satu aspek penting HAM juga adalah kebebasan dari rasa takut atau freedom from fear. Dalam kasus seperti ini, jelas menebarkan ketakutan dan tentu saja menjadi ancaman bagi kehidupan. Sementara negara memiliki kewajiban untuk melindungi warganya," ujar dia.