Wamenag Sebut Gestur Politik Prabowo Tunjukkan Ciri Demokrasi Indonesia

Wamenag Sebut Gestur Politik Prabowo Tunjukkan Ciri Demokrasi Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Muhammad Syafi’i alias Romo Syafi’i menilai, gestur Presiden Prabowo Subianto menunjukkan ciri demokrasi di Indonesia.

"Tidak bisa kita pisahkan dari gestur politik bahwa Presiden kita Prabowo Subianto sejak 2019 ingin menunjukkan bagaimana sebenarnya ciri demokrasi Indonesia yang sesungguhnya," kata Romo Syafi’i di Jakarta, Selasa (10/12/2024).

Gestur yang dimaksud Romo Syafi’i adalah sikap Prabowo yang dapat merangkul lawan politiknya seusai pemilihan umum (pemilu).

Menurut dia, Prabowo ingin meninggalkan tradisi demokrasi yang ada selama ini yakni menempatkan pihak yang kalah dalam pemilu sebagai oposisi terhadap pemerintah.

"Yang tugasnya cuma satu, mengkritisi saja; yang baik dikritisi, yang kurang baik, bahkan yang tidak baik apalagi. Makanya beliau bertekad meninggalkan ciri demokrasi yang seperti itu," kata politikus Partai Gerindra itu.

Romo Syafi’i melanjutkan, Prabowo juga menaruh perhatian terhadap polarisasi pada Pemilihan Presiden 2019 yang menciptakan istilah cebong dan kampret.

Ia menyebutkan, perpecahan itu yang membuat akhirnya Prabowo bersedia menjadi menteri di kabinet Presiden Joko Widodo, meski keduanya bersaing pada Pemilihan Presiden 2014 dan 2019.

"Beliau kemudian menyodorkan dirinya menjadi pembantu kompetitor. Prabowo menawarkan diri menjadi pembantu Presiden, dan yang awalnya kondisi luar biasa dinamis," kata Romo Syafi’i.

Oleh karena itu, ketika Prabowo terpilih sebagai presiden pada 2024, ia aktif merangkul semua lawan politiknya tanpa menunggu orang yang menyodorkan diri.

"Pada saat kompetisi berlangsung untuk bergabung bersama-sama membangun Indonesia. Tidak ada oposisi. Ketika datang kritik yang begitu besar dari pihak luar, beliau dengan santai mengatakan kami memiliki ciri demokrasi sendiri," ujar Romo Syafi’i.

"Inilah demokrasi Pancasila. Kami tidak mau ikut mesti ada oposisi-oposisi, baru disebut demokrasi, karena kami sudah kehilangan keyakinan dengan sistem demokrasi kalian," kata dia.

Sumber