Wamendagri Ungkap Banyak Faktor Sebabkan Angka Golput di Pilkada Tinggi, Kejenuhan hingga Cuaca
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan, banyak faktor yang membuat angka golongan putih (golput) tinggi pada perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Padahal, menurutnya, jika partisipasi politik tinggi, maka akan memperkuat legitimasi demokrasi di Indonesia.
"Jadi banyak faktor, enggak ada faktor tunggal yang menjelaskan itu tapi apapun itu tingkat partisipasi politik yang tinggi ya jelas lebih baik bagi legitimasi demokrasi," ujar Bima di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Bima mengungkapkan beberapa faktor penyebab masyarakat golput di antaranya faktor administratif hingga teknis penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya, jarak pelaksanaan antara penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), dan Pilkada yang berdekatan juga menjadi salah satu faktor sehingga membuat masyarakat jenuh.
"Penyelenggaraan yang terlalu berdekatan antara Pileg, Pilpres dengan Pilkada ini mungkin juga ada faktor ada faktor kejenuhan di situ," ujarnya lagi.
Selanjutnya, ada juga faktor cuaca yang mengakibatkan terjadinya di beberapa daerah.
"Memang musim bencana jadi mengurangi partisipasi itu, ada juga faktor TPS yang lebih sedikit sehingga jaraknya jauh antara pemilih sampai TPS," kata politikus PAN ini.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat partisipasi pemilih dalam Pilkada lebih rendah dibandingkan Pemilu 2024, dengan angka rata-rata nasional berada di bawah 70 persen.
Oleh karenanya, KPU RI akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Anggota KPU RI, August Mellaz, menyatakan proses evaluasi menjadi langkah yang pasti dilakukan lembaga tersebut. Saat ini, fokus utama KPU masih berada pada tahapan rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU di tingkat daerah.
"Proses evaluasi pasti akan tetap kita lakukan," ujar August dalam jumpa pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (29/11/2024), seperti dikutip dari Antara.
August menjelaskan, meskipun angka partisipasi di bawah 70 persen, namun hal itu masih tergolong normal untuk konteks pilkada.
Tren partisipasi pemilih dalam Pilkada biasanya memang lebih rendah dibandingkan pemilu nasional seperti Pilpres atau Pileg.
"Kemudian memang kalau kita lihat sekilas ya, dari gambaran secara umum, ya kurang lebih di bawah 70 persen. Secara nasional rata-rata. Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks pilkada dibandingkan pilpres, pileg atau pemilu nasional itu biasanya di bawah," papar August.