Wanita Solo Sebut Anak Juga Jadi Korban KDRT, Harap Diberi Hak Asuh
Arimbi, wanita yang melaporkan dugaan pemerkosaan pada 2017 di Solo, mengaku dipaksa oleh mantan suaminya bernama Yudi agar mengaku sebagai korban pemerkosaan. Arimbi mengatakan, selain dia, anaknya juga dipaksa mengaku sebagai korban kekerasan seksual.
"Saya sudah lama tidak ketemu anak saya, sudah 7 tahun saya nggak ketemu anak saya. Saya selalu ketutup akses untuk ke sana. Saya minta tolong untuk dipertemukan dengan anak saya. Anak saya sudah terlalu lama diintimidasi. Saya cuma sebentar diintimidasi untuk memberikan kesaksian palsu sebagai korban pemerkosaan," ujar Arimbi dalam video jumpa pers yang dilihat, Sabtu (27/12/2024).
Dia mengatakan anaknya dipaksa mengaku menjadi korban pelecehan seksual selama tujuh tahun.
"Anak saya selama 7 tahun dia merasakan diintimidasi, diperalat, oleh bapaknya, dia harus mengaku sebagai anak korban sodomi," imbuhnya.
Untuk diketahui, kasus yang sudah lama ditutup itu mencuat kembali setelah Yudi hadir dalam RDPU Komisi III, Kamis (19/12). Yudi mengadu kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa istrinya mandek.
Arimbi mengaku sudah putus komunikasi dengan anaknya sejak 2018. Pengacara Arimbi, Muhammad Arnaz, menjelaskan putus komunikasi ini dikarenakan Arimbi dan Yudi sudah cerai.
Arnaz menjelaskan perceraian Arimbi dan Yudi terjadi pada 2018. Yudi saat ini membawa anaknya berinisial K, sehingga Arimbi tidak pernah bertemu dengan K hingga saat ini. Oleh karena itu, Arimbi berharap agar bisa bertemu dengan Komisi III DPR RI untuk menjelaskan kasus ini secara jelas.
Arnaz juga berharap kliennya dipertemukan dengan anaknya. Menurutnya, K tidak seharusnya dipaksa oleh Yudi seperti itu.
"Yang kedua kita minta supaya dipertemukan, sebenarnya apa yang terjadi, biar benar-benar nyata yang terjadi itu apa. Apakah benar beliau itu disekap, anak kecil itu harus memperagakan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan," kata Arnaz.
Arimbi pun kembali menyampaikan keinginannya. Dia menginginkan hak asuh anaknya, jatuh ke tangannya.
"Kalau diizinkan, saya memohon untuk izin hak asuh kembali ke tangan saya, supaya dia bisa seperti anak kecil selayaknya, dia bermain, dia bersekolah, tidak mengikuti masalah-masalah orang dewasa dan masalah ini aib ya," ucap Arimbi lagi.
"Saya selama 7 tahun, mungkin di Solo saja ya, di teman-teman saya atau di manapun, saya menjadi wanita korban perkosaan padahal saya tidak pernah terjadi apa-apa terhadap saya," sambungnya.
Selanjutnya awal mula kasus
Kasus ini bermula ketika Arimbi melaporkan dirinya dan anaknya berusia 12 tahun menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan pria berinisial D pada 2017. Dalam laporan kasus itu, Arimbi dan K diminta Yudi membuat laporan palsu ke pihak kepolisian, dengan dugaan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh D.
Arimbi pun buka suara dan menyerang balik mantan suaminya itu. "Si Y, memang, maaf, selain temperamental dan cemburuan, sewaktu bersama saya juga pemakai narkoba aktif. Jadi kita nggak tahu ya, kan polisi membutuhkan bukti, bukan halusinasi," kata Arimbi.
Pada saat itu, Arimbi ditemani mantan suaminya datang ke kantor polisi untuk membuat laporan palsu itu. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Ketika Yudi lengah, Arimbi sempat memberitahukan kepada pihak kepolisian bahwa laporan yang dia buat adalah palsu.
"Kasus pemerkosaan itu sama sekali tidak terjadi. Saya dipaksa membuat laporan palsu, sedangkan tidak pernah terjadi sesuatu kepada saya dan anak saya. Jadi itu hanya rasa kecemburuan suami saya kepada si D," kata dia.
"Setelah polisi melaksanakan tugasnya, tahap pembuktian tidak ada, saya divisum segala macam tidak terbukti, anak saya juga tidak terbukti, saya datang ke polisi untuk menutup kasus ini. Saya harus pindah luar kota, karena saya pikir kasus ini sudah tertutup. Saya mencabut kasus ini tidak ada paksaan, saya sendiri yang mencabut perkara ini karena 2017 sudah selesai," lanjutnya.
detikcom mendapatkan salinan bukti pencabutan laporan polisi oleh Arimbi.