Wanti-Wanti Kemendag untuk Pengusaha Perdagangan Online, Bisa Kena Blokir jika Tak Laporkan Data
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan mengingatkan perusahaan penyelenggara perdagangan online yang tidak melaporkan data ke Badan Pusat Statistik dapat diblokir oleh pemerintah.
Pengawas Perdagangan Ahli Madya Direktorat Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Mario Josko mengungkapkan bahwa pihaknya berhak memberikan sanksi kepada perusahaan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang tidak patuh menyampaikan datanya ke Badan Pusat Statistik (BPS).
Kebijakan tersebut, sambungnya, diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31/2023. Pasal 55 Permendag No. 31/2023 juga mengatur sanksi administrasi yang akan diberikan kepada perusahaan penyelenggara PMSE yang tidak patuh menyampaikan datanya.
"Memang administratif sih [sanksinya]. Kalau administratif itu sifatnya dimulai dengan teguran tapi bisa berakhir dengan pemblokiran," tegas Mario dalam acara Sosialisasi Penyampaian Data dan Informasi PMSE di kawasan Jakarta Utara, Selasa (10/12/2024).
Dia merincikan alur pemberian sanksinya yaitu pertama-tama pemberian peringatan tertulis, jika tidak digubris maka perusahaan yang tidak patuh tersebut dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawas, dan jika tak juga ada perbaikan maka Kemendag memasukkan perusahaan yang bersangkutan ke dalam daftar hitam dan merekomendasikan Kominfo untuk melakukan pemblokiran.
Sementara itu, Direktur Neraca Pengeluaran BPS Pipit Helly Sorayan mengungkap perusahaan penyelenggara PMSE wajib menyampaikan data transaksi, statistik perdagangan, dan informasi relevan lainnya ke BPS seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 80/2019.
Penyelenggara PMSE harus menyampaikan data ke BPS setiap kuartalan atau per tiga bulanan. Mereka mulai diwajibkan menyampaikan datanya ke BPS untuk periode Kuartal IV/2023 dan selanjutnya.
Pipit mengungkapkan sudah ada 137 perusahaan terdaftar sebagai penyelenggara PMSE. Hanya saja, yang sudah mengirimkan data ke BPS baru 61 perusahaan. Artinya, masih ada 76 perusahaan penyelenggara PMSE yang belum menyampaikan data ke BPS.
"Bukan apa-apa, karena kita sama-sama ketahui bahwa pemerintahan kita saat ini sangat konsen terkait dengan data-data dan tentunya sangat relevan dengan pengambilan kebijakan-kebijakan," jelas Pipit
Dia menegaskan bahwa data-data tersebut sangat diperlukan agar pemerintah bisa merumuskan kebijakan yang tepat seperti terkait insentif, distribusi dan logistik, hingga penyiapan pendidikan vokasi.
Asisten Deputi Direktur Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian Danang Sri Wibowo menambahkan bahwa ketersediaan data dan informasi yang akurat menjadi fondasi utama dalam perumusan kebijakan ekonomi digital yang efektif, inklusif, dan berkelanjutan sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dalam hal ini data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 2024 itu sekitar 35% pasar internet Asean ada di di Indonesia. Artinya apa? Artinya bahwa potensi Indonesia ini sangat besar sekali," ungkap Danang pada kesempatan yang sama.
Dia mengingatkan target pemerintah agar Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Untuk mewujudkan itu, pertumbuhan ekonomi harus rata-rata harus di atas 6% per tahunnya.
Oleh sebab itu, sambungnya, dibutuhkan terobosan. Danang mengungkapkan pemerintah telah mengidentifikasi bahwa terobosan tersebut bisa melalui pengembangan ekonomi digital.