Warga Bengkulu Blokade PT Agricinal 41 Hari, Dinilai Tak Berizin

Warga Bengkulu Blokade PT Agricinal 41 Hari, Dinilai Tak Berizin

BENGKULU, KOMPAS.com - Ratusan warga dari lima desa di Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara, memblokade empat pintu masuk utama PT Agricinal.

Aksi ini telah berlangsung selama 41 hari, dimulai sejak 6 November 2024.

Warga menuduh perusahaan perkebunan sawit tersebut beroperasi secara ilegal, karena tidak memiliki dokumen Hak Guna Usaha (HGU) yang sah dan terbaru.

Warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP) berasal dari Desa Pasar Sebelat, Talang Arah, Suka Negara, Suka Medan, dan Sukamerindu.

Salah satu tokoh FMBP, Saukani, mengungkapkan kekecewaan warga karena PT Agricinal tidak mampu menunjukkan dokumen HGU asli perpanjangan tahun 2020.

"Selama ini kami hanya diperlihatkan fotokopi HGU saja," ujarnya saat ditemui di lokasi blokade pada Minggu (15/12/2024).

Saukani menambahkan, warga terpaksa memblokade setelah upaya mediasi dengan pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan kepolisian tidak membuahkan hasil.

"Sampai saat ini perusahaan tak mampu memperlihatkan dokumen HGU terbaru," tegasnya.

Warga menilai ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini memaksa mereka untuk melakukan aksi blokade.

"Kami sebenarnya membantu pemerintah terutama dalam keterbukaan dan transparansi perusahaan ke masyarakat," lanjut Saukani.

Ia menegaskan, jika perusahaan dapat menunjukkan dokumen HGU asli, warga siap melindungi keberadaan perusahaan, karena mereka merasa diuntungkan.

FMBP mencatat, PT Agricinal pertama kali hadir pada tahun 1985 dengan HGU seluas 8.902 hektar.

Pada 2020, perusahaan memperpanjang izin dengan mengeluarkan lahan seluas 1.800 hektar, sehingga HGU saat ini menjadi 6.269 hektar.

"Kami mau tahu di mana saja lokasi luasan itu. Jika ternyata lebih dari 6.269 hektar, itu merugikan negara. Kami mempertanyakan ke mana luasan yang dikeluarkan itu, jumlahnya sekitar 1.300 hektar, siapa pemiliknya?" jelas Saukani.

Aksi blokade juga diikuti kaum perempuan. Salah satu peserta, Yunita menyatakan, mereka berjuang untuk merebut hak ulayat mereka.

"Kami bawa nasi sendiri. Kami ingin perusahaan menyelesaikan masalah dengan masyarakat secara transparan. Kalau tanah di luar HGU kami mau minta tanah itu karena kami tidak ada lagi tempat bertani. Kami ingin tanah ulayat kami dikembalikan," ungkap Yunita.

Menanggapi tuduhan tersebut, Manajer Legal PT Agricinal, Afriyadi, membantah semua tuduhan dan menegaskan bahwa perusahaan memiliki HGU perpanjangan yang sah.

"Kami memiliki HGU sah dan asli. Selama ini memang HGU fotokopi yang kami tunjukkan, namun FMBP tidak percaya. Kami ajak cek HGU asli kami di bank, tetapi mereka tidak bersedia ikut, karena dokumen asli ada di perbankan," tegasnya.

Afriyadi menjelaskan, akibat blokade yang berlangsung, perusahaan dan 828 karyawan mengalami kerugian material dan imaterial.

"Kami tidak bisa menggaji karyawan karena 700 ton CPO kami tidak bisa dijual akibat blokade. Para karyawan diintimidasi, anak-anak sekolah terganggu, petani mitra kami tidak bisa masuk menjual buah sawit ke pabrik kami," ungkapnya.

Sumber