Warga Berkeberatan Rute Transjakarta Koridor 1 Ditiadakan, Ongkos MRT Lebih Mahal
JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk menghapus rute koridor 1 Transjakarta, Blok M-Kota, mendapat penolakan dari sejumlah warga, terutama pengguna setia bus transjakarta.
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta berencana meniadakan rute Transjakarta yang bersinggungan dengan MRT Lebak Bulus-Kota, termasuk koridor 1, Blok M-Kota. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari integrasi transportasi di Jakarta.
Namun, Fahri (32), seorang pekerja di Jakarta Pusat, mengkritik kebijakan tersebut. Menurut dia, rencana penghapusan itu tidak tepat dan berpotensi memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Saya sendiri selaku pengguna setianya Transjakarta sangat menentang hal tersebut. Koridor 1 ini paling tua, dari 2004 kalau enggak salah," ujar Fahri saat ditemui di Halte Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (20/12/2024).
Fahri menilai penghapusan rute ini akan membuat masyarakat harus bergantung pada MRT yang tarifnya lebih mahal.
"Jadi kalau dihilangkan, terus diganti jadi MRT, tarifnya jadi mahal. Saya rasa itu sangat tidak berpihak pada masyarakat menengah ke bawah," tegasnya.
Pendapat serupa disampaikan Vina (25), karyawan di sebuah perusahaan rintisan. Ia mengaku keberatan jika harus mengganti Transjakarta dengan MRT karena biaya yang lebih tinggi.
"Dengan tarif yang lebih mahal ya berat juga ya. Cuma tergantung sih mahalnya itu berapa. Kalau selisihnya banyak ya lumayan berat," kata Vina, yang kerap menggunakan koridor 1 untuk mengunjungi keluarganya di Halte Bendungan Hilir.
Vina menyayangkan rencana ini, terutama karena koridor 1 memiliki rute yang strategis bagi pengguna seperti dirinya.
"Sayang sih pasti, apalagi di Halte Benhil, soalnya aku kalau di sana ada keluarga juga, mau kunjungin keluarga naik koridor 1," tambahnya.
Sementara itu, Sari (26), yang bekerja di kawasan Sudirman, juga menyatakan keberatan atas rencana tersebut. Setiap hari, ia menggunakan Transjakarta koridor 1 untuk perjalanan dari rumahnya di kawasan Kota ke tempat kerjanya di Sudirman.
"Sebenarnya kurang setuju (dihapus), karena memang setiap hari saya naik di koridor 1 ini," ujar Sari. Ia juga mengeluhkan potensi kenaikan biaya transportasi jika harus menggunakan MRT.
"Dari sisi biaya bisa lebih mahal lagi, karena nanti bisa naik ojek walaupun sudah ada MRT," imbuhnya.
Sari berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana ini agar lebih berpihak pada masyarakat menengah ke bawah.
"Semoga kebijakan ini bisa dipikirkan lagi, jangan sampai memberatkan rakyat kecil," harapnya.