Warga Kembali Berkemah di Depan DPR, Terus Suarakan Penolakan RUU TNI

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir tiga pekan sejak disahkan, penolakan terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) TNI masih terus disuarakan.
Sejumlah warga bahkan menggelar aksi damai dengan mendirikan tenda di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR RI, Senin (7/4/2025).
Pengamatan Kompas.com di lokasi, tiga tenda didirikan tepat di depan gerbang besi setinggi kurang lebih 2 meter yang membentengi Kompleks Parlemen.
Tenda berwarna merah dan hitam itu dihadapkan ke arah Jalan Gelora.
Di bagian depan tenda digelar tikar-tikar yang menjadi alas bagi belasan pedemo.
Mereka tampak beraktivitas layaknya sedang berkemah; ada yang saling berbincang-bincang hingga membaca buku di dalam maupun di luar tenda.
Meski begitu, belum terlihat ada poster maupun spanduk berisi pesan penolakan RUU TNI yang dibentangkan oleh massa aksi.
Saat ditemui, para massa aksi mengaku tidak mengatasnamakan organisasi atau kelompok tertentu.
Mereka mengatakan bahwa aksi ini digelar secara kolektif oleh masing-masing peserta sebagai masyarakat sipil biasa.
“Kita dari kolektif masyarakat sipil biasa aja, enggak terikat dari aliansi manapun,” ujar Al, salah seorang peserta aksi di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR RI, Senin (7/4/2025).
Menurut Al, aksi damai dengan berkemah di depan Gedung DPR RI mulai digelar sejak Senin pagi.
Tujuan utamanya tentu menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI dan mendesak pemerintah serta DPR membatalkan pengesahan beleid tersebut.
“Tuntutannya kita ingin membatalkan rancangan Undang-Undang TNI yang sudah disahkan. Prioritasnya, skala prioritasnya di situ, karena walaupun masih banyak isu yang perlu dijawab, tapi kita ingin membatalkan Undang-Undang TNI,” kata Al.
Al berpandangan, aksi berkemah ini menjadi salah satu alternatif cara dalam berdemo yang dilakukannya bersama para peserta lain.
Sebab, cara ini dianggap lebih aman bagi peserta aksi, yang kerap mendapat tindakan represif dari aparat.
“Kalau misalkan kita menggelar aksi yang besar dengan skala yang besar, itu sangat berisiko untuk memakan korban jiwa ataupun korban luka. Dan kita ingin belajar, mencoba menggunakan metode lain yang sekiranya bisa lebih baik atau lebih aman, dan kita coba,” kata Al.
Pria yang berstatus pekerja swasta ini menyatakan, semua pihak yang ingin berpartisipasi dalam aksi berkemah pun bisa langsung bergabung.
Sebab, dalam aksi ini tidak ada sekat atau eksklusivitas bagi kelompok tertentu.
“Kita juga terbuka untuk berbagi kelompok masyarakat atau kelompok seniman yang ingin bergabung. Kita bisa menyuarakan pendapat sesuai dengan apa yang biasa dilakukan, misalnya seniman bermusik atau teater,” ungkap Al.
Saat ditanya mengenai sampai kapan aksi damai dengan berkemah digelar, Al menyatakan bahwa kegiatan ini akan dilakukan hingga pengesahan RUU TNI dibatalkan.
“Sampai UU TNI dibatalkan,” tegas Al.
Dia pun meyakini bahwa para peserta aksi akan terus berdatangan setiap harinya.
Termasuk dirinya yang akan kembali datang ke lokasi sepulang bekerja.
“Saya sendiri juga mungkin besok enggak langsung bisa hadir, karena besok bekerja dulu. Jadi digantikan sama orang lain dulu. Kita pun enggak bisa menjumlahkan atau menghitung, karena pastinya dari sosial media akan datang lagi, datang lagi, datang lagi,” pungkas Al.
Diketahui, RUU TNI disahkan menjadi undang-undang lewat rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3/2025).
Meski RUU TNI sudah disahkan, gelombang protes terus terjadi di berbagai daerah, tak jarang aksi unjuk rasa itu diwarnai kekerasan oleh aparat.
Adapun RUU TNI ini mencakup perubahan empat pasal, yakni Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 7 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit, serta Pasal 47 berkaitan dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.