Warga Surabaya Beda Pendapat soal Wacana Libur Sekolah Ramadan
SURABAYA, KOMPAS.com - Wacana Kementerian Agama (Kemenag) buat meliburkan kegiatan sekolah selama 1 bulan penuh saat Ramadhan menuai beragam pendapat di kalangan orang tua siswa di Surabaya.
Agustin, warga Banyuurip, yang memiliki anak bersekolah kelas 1 SDN Pakis 3 setuju dengan wacana itu. Akan tetapi dia berharap kegiatan pembelajaran sekolah dialihkan ke pesantren untuk mendalami agama.
“Saya lebih setuju sih, jadi enggak diliburkan penuh sehingga anak masih ada kegiatan,” kata Agustin kepada Kompas.com, Rabu (8/1/2025).
Menurutnya, anak akan susah fokus belajar dan lebih memilih bermain gawai ketika mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, jika kegiatan pembelajaran diliburkan total selama Ramadhan.
“Kalau di sekolah itu kegiatannya banyak. Pokoknya selama puasa mereka masih ada aktivitas daripada enggak ada sama sekali,” ujar Agustin.
Agustin juga tidak mempermasalahkan jika nanti selama di kegiatan alternatif saat libur Ramadhan lebih banyak difokuskan pada pembelajaran agama.
“Ya bagus sih, mereka akan lebih paham soal agama juga. Karena selama ini di SD pelajaran agamanya bersifat umum dari buku saja,” ucap perempuan 36 tahun itu.
Berbeda dengan Agustin, wali murid asal Surabaya lainnya, Nur Rohmah, justru tidak setuju dengan wacana libur sekolah sebulan Ramadhan.
Menurut Rohmah, selama ini siswa SD sudah diberatkan dengan kurikulum, sehingga mata pelajaran umum akan tertinggal apabila kegiatan pembelajaran non-aktif selama satu bulan.
“Menurut saya tidak relevan. Soalnya kurikulum anak SD sekarang susah sekali. Kalau di Ponpes saja, cuma dapat agamanya,” kata Rohmah.
Akan tetapi, kata Rohmah, sikap itu bukan berarti dia menolak jika anaknya fokus belajar agama, jika kegiatan sekolah sepanjang Ramadhan diliburkan.
Dia melanjutkan, bagi siswa SD hendak naik tingkat ke SMP justru harus semakin fokus mendalami mata pelajaran umum.
“Siswa kelas 6 SD perlu intens pelajaran umum juga. Apalagi katanya tidak ada Ujian Nasional (UN), cuma ngandelin nilai sekolah,” ucap Rohmah.
Sebagai informasi, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyambut penuh terkait wacana kebijakan tersebut.
Hanya saja, dia mengusulkan supaya kegiatan pelajar tidak libur 100 persen, melainkan dialihkan ke pondok pesantren.
“Jadi diwajibkan anak Surabaya itu kalau libur satu bulan, umpamanya begitu, dilebokno koyok onok nang (dimasukkan ke tempat yang ada) pondoknya seminggu, bergantian,” kata Eri, mengutip Kompas.com, Sabtu (4/1/2025) lalu.