Warga Tolak Pengungsi Rohingya di Banda Aceh
BANDA ACEH, KOMPAS.com - Masyarakat Gampong (desa) Kota Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, menolak rencana penempatan pengungsi Rohingya di basement gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA).
Pantauan Kompas.com, sejumlah pemuda dan warga setempat telah memasang spanduk penolakan di depan pagar gedung tersebut.
Salah seorang pemuda Gampong Kota Baru, Adnil, menyatakan bahwa penolakan ini disebabkan oleh kekhawatiran bahwa kehadiran pengungsi dapat mengganggu aktivitas masyarakat.
"Kawasan di sini (BMA) banyak perkantoran dan sekolah. Jangan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat," katanya saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (7/11/2024).
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Adnil menegaskan bahwa banyak warga yang merasa terganggu dengan aktivitas pengungsi saat mereka berada di basement gedung BMA.
"Karena itu, kami menolak keras para pengungsi dipindahkan ke gedung BMA ini. Kami akan jaga gedung BMA ini sampai pagi. Sampai mereka tidak dipindahkan ke sini dan dikembalikan ke Aceh Selatan," ujarnya.
Jika pemerintah tetap memaksa memindahkan pengungsi ke gedung BMA, Adnil mengancam bahwa masyarakat Gampong Kota Baru akan turun lagi dengan jumlah yang lebih ramai.
Aksi penolakan serupa juga dilakukan oleh pemuda Gampong Lingke, Kecamatan Syiah Kuala.
Mereka meminta sopir truk yang membawa para pengungsi untuk segera meninggalkan lokasi, tepatnya di depan kantor Kanwil Kemenkumham Aceh.
Dalam aksi tersebut, beberapa pemuda sempat terlibat adu argumen dengan sopir truk dan memaksa agar pengungsi segera dipindahkan.
Beberapa pemuda bahkan ikut mendorong dua mobil truk yang tidak dapat dihidupkan.
Saat ini, para pengungsi tidak lagi berada di depan kantor Kanwil Kemenkumham Aceh, dan belum diketahui kemana mereka akan dibawa.
Ketua Pemuda Gampong Lingke, Fauzan, menyatakan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan kepala desa terkait kehadiran para pengungsi.
Menurutnya, mereka tidak mempermasalahkan jika pengungsi berada di dalam pekarangan kantor Kanwil Kemenkumham, asalkan tidak berada di pinggir jalan.
"Sesuai arahan Pak Keuchik (Kepala Desa), batas waktu diberikan hingga maghrib. Jika tidak, warga akan mengambil tindakan," ungkapnya.
Fauzan menambahkan bahwa keberadaan pengungsi di pinggir jalan, meskipun di dalam truk, dapat menyebabkan kemacetan dan keresahan di kalangan warga Lingke.
"Mengganggu pengguna jalan sehingga terjadi kemacetan, warga resah dan tidak nyaman juga. Secara kemanusiaan, kami sayang, tetapi yang tidak disukai adalah karena di balik kedatangan mereka ini ada oknum yang bermain," pungkasnya.