Merakit Small Food Estate Nusantara
Small is beautiful dalam perspektif keindahan yang merasuk ke dalam jiwa-jiwa anak bangsa bisa memberikan energi yang dasyat. Pun demikian praktik-praktik kecil perhutanan agroforestri yang menjangkau semua kepulauan dapat diperankan untuk menumbuhkan solidaritas nasional lintas generasi melalui menenun kebhinekaannya sebagai small food estate.
Presiden Prabowo Subianto sering menyampaikan nyala api di berbagai forum nasional dan internasional bahwa Indonesia negara besar. Indonesia memiliki kelimpahan kekayaan alam yang luar biasa sehingga dijuluki sebagai negeri gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerta raharja. Namun krisis pangan menjadi ancaman global termasuk Indonesia. Kelimpahan kekayaan alam Indonesia belum mampu menjamin ketahanan pangan nasional. Indonesia menduduki peringkat 70 dari 117 negara dalam Indeks Kelaparan Global 2021 (Welt Hunger Hilfe & Concern Worldwide, 2022). Selain itu, Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 113 negara mengenai ketahanan pangan (The Economist Group, 2022). Salah satu upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk menangani masalah ketahanan pangan dengan food estate. Peta jalan food estate telah melintasi beberapa era pemerintahan mulai dari food estate PLG Kalteng (1996), food estate Bulungan, Kaltim (2011), Merauke Integrated Food and Energy Estate, Papua (2011), food estate Ketapang, Kalbar (2013) serta lokasi lainnya. Food estate berlanjut menjadi program strategis nasional pemerintahan Presiden Jokowi (2014-2024). Presiden Prabowo Subianto melanjutkan program food estate ini dengan target swasembada pangan pada 2027. Perhutanan AgroforestriNusantara melalui kreasi nenek moyang memberikan warisan agung dalam membangun relasi kehidupan yang harmonis dengan hutan/alam. Ada grand design pemenuhan bahan pangan yang berasal dari hutan untuk tetap didapatkan dengan tidak mengusik ekosistem hutannya. Akhirnya ketemu resep berbudi daya melalui sistem perladangan bersiklus. Pembukaan kawasan hutan melalui tebas dan bakar dilakukan sebagai lintasan awal. Namun lintasan berikutnya berkembang dan pada akhirnya membentuk lintasan agung dengan formasi ekosistemnya mirip hutan alam. Formasi akhir ini disebut sebagai perhutanan agroforestri. Perhutanan agroforestri itu terus berkembang bahkan berhasil membangun pulau-pulau hijau yang membentang di Lampung dengan repong damarnya, Jambi dan Sumatera Selatan dengan agroforestri karetnya, Kalimantan Barat dengan tembawang dan agroforestri duriannya. Selain itu juga meluas di Sulawesi, Papua, Jawa-Bali, dan Nusa-nusa. Perhutanan agroforestri menghasilkan ekonomi bernilai tinggi selain kayu seperti pohon penghasil buah (durian, duku, manggis, nangka, cempedak, jambu-jambuan, rambutan, langsat), pohon penghasil getah (damar, pinus, kemenyan, tengkawang, karet), dan produk pohon multiguna lainnya seperti petai, kemiri, jengkol, kulit manis, kopi, lada, aren. Selain itu juga sayuran murni dan umbi-umbian serta protein hewani juga bersumber dari sistem perhutanan agroforestri. Sintesis perhutanan agroforestri yang dikembangkan oleh nenek moyang Nusantara ini dalam perspektif protagonisnya mempunyai stadium yang tinggi. Hal ini karena adanya daya adaptasi dan resiliensi yang tinggi meskipun skala unitnya kecil. Selain itu sistem perhutanan agroforestri prospektif untuk produksi pangan, kayu, non kayu dan jasa ekosistem sehingga lebih berkelanjutan.