Ambang Batas Capres

DPR Segera Sikapi Putusan MK yang Hapus Ambang Batas Capres

DPR Segera Sikapi Putusan MK yang Hapus Ambang Batas Capres

()

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen. Dasco menegaskan DPR segera melakukan kajian-kajian.

"Ya, jadi kita sama-sama sudah tahu bahwa MK sudah membuat keputusan tentang ambang batas. Tentunya akan disikapi oleh DPR dengan kemudian nanti melakukan kajian-kajian," kata Dasco di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Dasco mengungkit keinginan MK agar capres tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Karena itu, DPR bakal melakukan kajian atas putusan tersebut.

Golkar Belum Bersikap soal Penghapusan Presidential Threshold, Apa Alasannya?

Golkar Belum Bersikap soal Penghapusan Presidential Threshold, Apa Alasannya?

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Dave Laksono menyatakan bahwa partainya belum dapat menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas calon presiden (presidential threshold).

Pihaknya menunggu DPR merespons putusan tersebut. Ditambah, pemilu berikutnya juga masih lama.

"DPR (Komisi II) belum bersidang lagi. Nanti bila sudah ada telaah lanjut, baru kita dapat melihat arah kedepannya seperti apa," kata Dave saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2025).

Menurut Dave, alasan lain yang membuat pihaknya belum bisa bersikap adalah karena aturan turunan dari undang-undang terkait juga belum dibahas.

Mahasiswa Penggugat Ambang Batas Capres Sempat Pesimistis dan Dikuliti Hakim

Mahasiswa Penggugat Ambang Batas Capres Sempat Pesimistis dan Dikuliti Hakim

()

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20%. Pemohon Enika Maya Oktavia dan tiga temannya sempat tidak yakin gugatan mereka bakal dikabulkan.

"Saya jawab. Untuk jawaban optimistis atau tidak, jawab jujur, tidak optimistis," kata Enika saat konferensi pers di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Jogja, Sleman, DIY, seperti dilansir detikJogja, Jumat (3/1/2025).

Hal itu tak lepas dari 32 gugatan serupa yang tidak dikabulkan oleh MK. Selain itu, mereka merasa draf gugatan yang dibuat masih jelek. Bahkan saat masuk persidangan, permohonan mereka dikuliti hakim.

Golkar Harap Penghapusan Presidential Threshold Tak Hambat Upaya Konsolidasi Nasional

Golkar Harap Penghapusan Presidential Threshold Tak Hambat Upaya Konsolidasi Nasional

()

KOMPAS.com - Politikus Partai Golkar Maman Abdurahman mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold 20 persen harus dihormati sebagai produk hukum.

Namun, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ini menyebut bahwa keputusan penghapusan presidential threshold jangan sampai menghambat upaya konsolidasi nasional.

"Harus jadi catatan kita bersama, jangan sampai demokratisasi yang kita harapkan itu justru memiliki hambatan terhadap upaya kita mendorong konsolidasi nasional dan menuju ke arah yang lebih baik," ujar Maman usai menghadiri rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/1/2025), dikutip dari Antaranews.

MK Hapus Ambang Batas Capres, Jokowi: Putusannya Final dan Mengikat

MK Hapus Ambang Batas Capres, Jokowi: Putusannya Final dan Mengikat

()

Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen. Jokowi menegaskan keputusan ini final dan mengikat. Selain itu, dia berharap putusan ini membuka peluang capres alternatif.

"Harapannya seperti itu (banyak alternatif calon presiden)," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya, Sumber, Banjarsari, dilansir detikJateng, Jumat (3/1/2025).

Jokowi mengatakan keputusan MK bersifat final dan mengikat. Jadi, nantinya akan segera ditindaklanjuti oleh pembentuk undang-undang.

Ambang Batas Capres 20% Dihapus MK, Penggugatnya Ternyata Mahasiswa Jogja

Ambang Batas Capres 20% Dihapus MK, Penggugatnya Ternyata Mahasiswa Jogja

()

Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi DPR. Gugatan atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum itu rupanya diajukan empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dilansir detikJogja, Jumat (3/1/2025), keempat mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka merupakan mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Jogja.

Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN, Gugun El Guyanie menyebut putusan MK ini sebagai putusan monumental.

MK Hapus Presidential Threshold, Tonggak Baru dalam Demokrasi Indonesia

MK Hapus Presidential Threshold, Tonggak Baru dalam Demokrasi Indonesia

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut bahwa penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) adalah tonggak baru dalam demokrasi Indonesia.

Sebab, setiap partai politik memiliki hak setara untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Penghapusan presidential threshold adalah tonggak baru dalam demokrasi Indonesia," kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil dalam keterangannya, Kamis (2/1/2024).

"Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat prinsip kesetaraan, tetapi juga membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil dan inklusif, menghindarkan masyarakat dari polarisasi, dan memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia,” ujarnya lagi.

Pertimbangan Lengkap MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold

Pertimbangan Lengkap MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Diketahui, aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik terakhir adalah paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. Sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.

Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, MK: Hanya Untungkan Parpol Besar

Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, MK: Hanya Untungkan Parpol Besar

()

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus angka ambang batas sebagai syarat pengusungan calon presiden dan wakil presiden. Dalam pertimbangan putusannya, MK menilai adanya ambang batas hanya menguntungkan partai politik tertentu.

"Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase tersebut lebih menguntungkan partai politik besar atau setidak-tidaknya memberi kentungan bagi partai politik peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

Penerapan Presidential Threshold dari Pemilu 2004 hingga Dihapus oleh MK

Penerapan Presidential Threshold dari Pemilu 2004 hingga Dihapus oleh MK

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold yang termaktub dalam Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Diketahui, aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik terakhir adalah paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).