Amnesti Koruptor

Pukat UGM: Tindak Pidana Korupsi Tak Bisa Diselesaikan dengan Denda Damai

Pukat UGM: Tindak Pidana Korupsi Tak Bisa Diselesaikan dengan Denda Damai

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mengatakan, tindak pidana korupsi tidak bisa diselesaikan dengan denda damai.

Ia menyebutkan, denda damai hanya bisa diperuntukkan untuk tindak pidana ekonomi.

"Tindak pidana korupsi tidak bisa diselesaikan dengan denda damai. Mengapa? Karena denda damai itu khusus untuk tindak pidana ekonomi yang diatur dalam Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955," kata Zaenur saat dihubungi, Kamis (26/12/2024).

Mahfud Tegaskan Denda Damai untuk Tindak Pidana Ekonomi, Bukan Mengampuni Koruptor

Mahfud Tegaskan Denda Damai untuk Tindak Pidana Ekonomi, Bukan Mengampuni Koruptor

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, denda damai tidak bisa diterapkan untuk mengampuni koruptor.

Mahfud menjelaskan, denda damai hanya bisa diterapkan dalam tindak pidana ekonomi yang meliputi perpajakan, bea cukai, dan kepabeanan.

“Korupsi enggak masuk,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).

Mahfud menuturkan, penerapan denda damai diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf K Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.

Ketua Komjak Dorong Faktor Pengali dalam Denda Damai untuk Koruptor

Ketua Komjak Dorong Faktor Pengali dalam Denda Damai untuk Koruptor

()

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI Pujiyono Suwadi mengusulkan penerapan faktor pengali dalam pengembalian kerugian negara melalui denda damai bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Usulan ini dia sampaikan merespons pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Supratman Andi Agtas terkait konsep denda damai yang belum diatur secara rinci.

“Kalau denda damai itu diproses dan kasus diberhentikan tanpa pengadilan, pelaku korupsi harus mengembalikan uang dengan jumlah berlipat,” kata Pujiyono kepada Kompas.com, Kamis (26/12/2024).

Soal Denda Damai Koruptor di UU Kejaksaan, Pakar: Aturan yang Berlaku UU Tipikor

Soal Denda Damai Koruptor di UU Kejaksaan, Pakar: Aturan yang Berlaku UU Tipikor

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli pidana dari Universitas Trisakti Albert Aries berpandangan bahwa pemidanaan badan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) saat ini masih tetap berlaku untuk menghukum koruptor sebagai bentuk keadilan korektif.

Hal ini disampaikan Albert menanggapi isu denda damai yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan yang diwacanakan sebagai bentuk pengampunan bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

"Untuk tindak pidana korupsi, saat ini masih berlaku Pasal 4 UU Tipikor sebagai lex specialis, yang menentukan bahwa pengembalian kerugian keuangan atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku korupsi," kata Albert saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (26/12/2024).

Kejagung: Kasus Korupsi Tak Diselesaikan Lewat Denda Damai, tapi Uang Pengganti

Kejagung: Kasus Korupsi Tak Diselesaikan Lewat Denda Damai, tapi Uang Pengganti

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, menjelaskan bahwa mekanisme denda damai tidak berlaku untuk penyelesaian kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Dia menegaskan, kasus tipikor memiliki kerangka hukum tersendiri melalui Undang-Undang Tipikor dan tidak masuk dalam kategori tindak pidana ekonomi yang dapat diselesaikan dengan denda damai.

Kalau pun ada uang yang harus dibayarkan, maka harus melewati mekansime uang pengganti yang jumlahnya diputuskan pengadilan. 

"Kalau tipikor, penyelesaiannya berdasarkan undang-undang tipikor. Tidak ada mekanisme denda damai di sana, hanya ada pembayaran uang pengganti," ujar Harli kepada Kompas.com, Kamis (26/12/2024).

Soal Koruptor Diampuni lewat Denda Damai, Ahmad Sahroni: Efek Jera Harus Tetap Ada

Soal Koruptor Diampuni lewat Denda Damai, Ahmad Sahroni: Efek Jera Harus Tetap Ada

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni menilai, pengampunan koruptor lewat denda damai harus tetap memberikan efek jera.

Efek jera tersebut, menurutnya, bisa berupa denda tinggi terhadap koruptor, penyitaan aset, atau sanksi sosial dan profesional.

"Saya berpendapat format hukuman ini tetap harus ada efek jeranya," kata Sahroni saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).

"Apakah selain mengembalikan hasil korupsi juga ditambah denda yang tinggi atau penyitaan aset. Atau bisa juga sanksi sosial dan profesional, intinya harus ada efek jera yang kuat," imbuhnya.

Soal Denda Koruptor, Komjak: Pengembalian Kerugian Negara Lebih Utama dari Hukuman

Soal Denda Koruptor, Komjak: Pengembalian Kerugian Negara Lebih Utama dari Hukuman

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI Pujiyono Suwadi mendorong publik mengubah perspektif atas hukuman yang diberikan penegak hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor).

Menurut Pujiyono, publik masih menginginkan koruptor untuk mendapatkan hukuman maksimal atas tindakan yang dilakukan. Padahal, pengembalian kerugian negara jauh lebih penting.

Hal ini disampaikan Pujiyono merespons pernyataan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas soal pengampunan terhadap koruptor melalui denda damai.

"Padahal sebenarnya kalau kita lihat secara filosofis ruhnya itu tidak di situ, betapa banyak penanganan tindak pidana korupsi yang dihukum badan maksimal, tetapi tindak pidana korupsinya itu tidak berkurang, justru kemudian terjadi terus menerus," kata Pujiyono saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (26/12/2024).

Menteri Hukum: Amnesti dan Grasi untuk Koruptor Perlu Pertimbangan MA dan DPR

Menteri Hukum: Amnesti dan Grasi untuk Koruptor Perlu Pertimbangan MA dan DPR

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pelaku tindak pidana korupsi tidak otomatis mendapatkan amnesti atau grasi.

Ia menjelaskan bahwa meskipun Presiden Prabowo Subianto memiliki hak untuk memberikan pengampunan, proses tersebut tetap memerlukan pengawasan dari Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Kalau melakukan grasi wajib minta pertimbangan ke MA. Sedangkan untuk amnesti, itu ke DPR. Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi," kata Supratman dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).

Soal Amnesti untuk Koruptor, YLBHI: Bertentangan dengan Asas Keadilan

Soal Amnesti untuk Koruptor, YLBHI: Bertentangan dengan Asas Keadilan

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur menegaskan bahwa pemberian amnesti atau abolisi kepada koruptor dengan syarat mengganti kerugian negara adalah tindakan yang bertentangan dengan asas keadilan.

Isnur menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang dapat merusak rasa keadilan masyarakat.

"Ini sangat bertentangan dengan prinsip di mana korupsi adalah kejahatan yang luar biasa sehingga tentu ini akan merusak rasa keadilan masyarakat," ujar Isnur saat dihubungi Kompas.com pada Senin (23/12/2024).