Bambang Soesatyo

PHK, Paradoks Pertumbuhan Ekonomi dan Kekuatan Konsumsi Masyarakat

PHK, Paradoks Pertumbuhan Ekonomi dan Kekuatan Konsumsi Masyarakat

()

Inilah paradoks ekonomi Indonesia gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berkelanjutan akibat bangkrutnnya sektor manufaktur menjadi fakta yang mengemuka, ketika ekonomi terus bertumbuh dengan kekuatan konsumsi masyarakat sebagai penopang utama. Paradoks ini harus segera dikoreksi karena sudah menyakiti dan mendegradasi kualitas hidup masyarakat kebanyakan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang menganggur.

Karena itu, keputusan Presiden Prabowo Subianto menangani krisis PT Sritex idealnya menjadi pijakan awal menyelaraskan kebijakan ekonomi yang berfokus pada penguatan industri dalam negeri. PT Sritex, bersama belasan perusahaan lainnya adalah contoh kasus tentang pelaku industri manufaktur yang bangkrut, justru ketika perekonomian Indonesia terus bertumbuh di kisaran 5 persen dengan kekuatan konsumsi masyarakat sebagai penopang utama pertumbuhan itu. Lazimnya, konsumsi masyarakat dalam negeri yang kuat membuat industri manufaktur dalam negeri sehat dan mampu mensejahterakan pekerja.

Indonesia dan BRICS

Indonesia dan BRICS

()

BRICS adalah akronim dari Brazil, Rusia, India, China dan South Africa (Afrika Selatan). Ini merupakan perhimpunan dari 5 negara yang bertujuan memperkuat kerja sama di antara negara-negara anggotanya untuk perdamaian dan kesejahteraan bersama.

Akronim BRIC sendiri diperkenalkan oleh Jim O’neill pada tahun 2001, kepala ekonom Goldman Sachs pada masa itu, yang pada gilirannya mendorong berhimpunnya Brazil, Rusia, India dan China untuk menjadikan akronim ini menjadi nama perhimpunan mereka. Belakangan di tahun 2010, Afrika Selatan bergabung ke dalam wadah perhimpunan ini.