Bpk

Pengacara Tom Lembong Pertanyakan Temuan BPK soal Kerugian Negara dalam Impor Gula

Pengacara Tom Lembong Pertanyakan Temuan BPK soal Kerugian Negara dalam Impor Gula

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menegaskan bahwa tidak ada temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan negara mengalami kerugian akibat kebijakan impor gula yang dikeluarkan kliennya.

Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mempertanyakan klaim yang dilontarkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut bahwa kebijakan penerbitan izin impor gula oleh Tom Lembong merugikan negara hingga Rp 400 miliar.

"Selalu dikatakan bahwa ini sudah ada temuan BPK, kerugian negara. Sampai saat ini, temuan BPK yang kami baca tidak menunjukkan adanya kerugian negara dalam kebijakan yang diambil tersebut," ujar Ari saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024).

Erick Thohir Targetkan Dividen BUMN Tembus Rp100 Triliun pada 2026-2029

Erick Thohir Targetkan Dividen BUMN Tembus Rp100 Triliun pada 2026-2029

()

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan dividen dari perusahaan-perusahaan BUMN dapat mencapai Rp100 triliun dalam kurun waktu 2026-2029.

Erick Thohir menuturkan pada 2025, BUMN menargetkan dividen sebesar Rp90 triliun. Menurutnya, target ini dapat tercapai tahun ini.

"Kami mempunyai target dividen Rp90 triliun. Jadi ini masih ada dua bulan, kami sedang kerja keras untuk mencapai target ini," kata Erick dalam Rapat Kerja di DPR, Jakarta, Senin (4/11/2024).

Dia melanjutkan, capaian dividen BUMN saat ini telah berada pada angka 95%-96% dari target Rp90 triliun tersebut. Dia optimistis target tersebut dapat tercapai dalam waktu dekat.

BPK Bongkar Penyebab Kementan  Bapanas Sulit Wujudkan Ketahanan Pangan RI

BPK Bongkar Penyebab Kementan Bapanas Sulit Wujudkan Ketahanan Pangan RI

()

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya sederet permasalahan yang mengakibatkan terhambatnya Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2024, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan masih terdapat permasalahan signifikan yang mengakibatkan terhambatnya Kementan dan Bapanas untuk memenuhi ketersediaan dan keterjangkauan pangan yang efektif untuk mewujudkan ketahanan pangan tahun 2021 sampai dengan semester I/2023.

Mengacu hasil pemeriksaan kinerja atas pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan mengungkap adanya 12 temuan yang memuat 15 permasalahan ketidakefektifan. Selain itu, BPK juga menemukan adanya satu permasalahan pemborosan.

BPK Temukan 51 Masalah Pembangunan IKN, Ini Rekomendasi ke Kementerian PU

BPK Temukan 51 Masalah Pembangunan IKN, Ini Rekomendasi ke Kementerian PU

()

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendapat 51 rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait temuan masalah di pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo menyebut 51 rekomendasi BPK terkait IKN itu sebagaimana tercantum dalam hasil pemeriksaan BP RI Semester II/2023.

“Kemudian ada satu laporan hasil pemeriksaan atas pekerjaan di IKN ada total 51 rekomendasi,” jelasnya di hadapan Komisi V DPR RI, Rabu (30/10/2024).

Lebih lanjut, Dody menjelaskan rekomendasi penanganan masalah di pembangunan IKN itu pada umumnya hanya merupakan masalah administrasi serta peneguran terhadap proses prosedur yang tidak sesuai.

BPK Temukan 4 Pertambangan Nikel Tanpa Izin, ESDM Janji Tindak Tegas

BPK Temukan 4 Pertambangan Nikel Tanpa Izin, ESDM Janji Tindak Tegas

()

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal menindak 4 pemegang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) jika terbukti menambamg nikel tanpa izin.

Hal ini merespons laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan potensi penambangan komoditas nikel tanpa izin pada 4 pemegang WIUP komoditas batuan peridotit dan tanah merah.

Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati menuturkan BPK telah memberikan rekomendasi penanganan Kementerian ESDM untuk penyelesaian temuan tersebut. Oleh karena itu, Kementerian ESDM pun akan melaksanakan rekomendasi BPK.

BPK Temukan 4 Pertambangan Nikel Tanpa Izin

BPK Temukan 4 Pertambangan Nikel Tanpa Izin

()

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi penambangan komoditas nikel tanpa izin pada 4 pemegang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) komoditas batuan peridotit dan tanah merah.

Hal ini sebagaimana tertulis dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2024. Adapun keempat pemegang WIUP itu terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

BPK menyebut penambangan ilegal itu berpotensi membuat negara kehilangan pendapatan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan royalti komoditas nikel.

RUU Penghapusan Piutang Negara hingga Keuangan Negara Masuk Usulan Prolegnas 2025-2029

RUU Penghapusan Piutang Negara hingga Keuangan Negara Masuk Usulan Prolegnas 2025-2029

()

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XI DPR mengusulkan sembilan Rancangan Undang-undang alias RUU untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2025—2029, termasuk RUU tentang Penghapusan Piutang Negara dan RUU tentang Keuangan Negara.

Usulan tersebut terungkap dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (28/10/2024). Dalam rapat tersebut, setiap alat kelengkapan dewan DPR mengusulkan usulan RUU yang ingin dimasukkan ke dalam Prolegnas 2025—2029, termasuk Komisi XI yang mengawasi soal pembangunan, keuangan, hingga moneter negara 

Target Energi Terbarukan Meleset, BPK Sebut Pendanaan Masih Kurang

Target Energi Terbarukan Meleset, BPK Sebut Pendanaan Masih Kurang

()

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa kesiapan pendanaan pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) belum memadai.Hal ini sebagaimana tertulis dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2024. BPK mengungkapkan terdapat keterbatasan operator listrik untuk mendanai pembangunan pembangkit energi terbarukan.Menurut BPK, secara keseluruhan selama 2021 sampai dengan semester I/2023, realisasi pendanaan yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur tenaga listrik dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PLN (Persero) di bawah kebutuhan pendanaan yang diperlukan.BPK mencatat dari investasi yang dianggarkan sebesar Rp230,2 triliun, hanya terealisasi sebesar Rp138,2 triliun atau sebesar 60,03% dari RKAP atau sebesar 28,39% dari proyeksi investasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)."Selain itu, skema pendanaan pengembangan EBT belum terealisasi secara optimal di mana belum ada penyusunan komite pengarah yang mendukung skema pendanaan Energy Transition Mechanism [ETM], serta belum terbentuknya struktur tata kelola Just Energy Transition Partnership [JETP]," demikian bunyi laporan IHPS I-2024 BPK dikutip Senin (28/10/2024).BPK pun menilai hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya proyek pengembangan EBT dan bauran EBT sesuai target dan potensi defisit kelistrikan di beberapa daerah.Berdasarkan hal tersebut, BPK merekomendasikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia segera melakukan perbaikan antara lain berkoordinasi dengan Kemenkomarves, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN. Koordinasi itu untuk mendorong penyusunan komite pengarah skema pendanaan ETM, penyusunan struktur tata kelola JETP, mengidentifikasi secara detil skema, sumber, dan pembagian porsi pendanaan. "Serta mendorong lembaga keuangan dalam negeri untuk mampu membiayai pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan suku bunga yang kompetitif," imbuh BPK.Lebih lanjut, BPK juga mengungkapkan bahwa kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) menimbulkan hambatan signifikan dalam pembangunan pembangkit EBT. Hal tersebut terjadi karena belum memadainya kapasitas produksi pembangkit EBT dalam negeri.Selain itu, juga terdapat pendanaan proyek pembangunan pembangkit EBT yang terkendala klausul TKDN.BPK menyebut Lembaga keuangan seperti Asian Development Bank (ADB), World Bank, Japan Internasional Coopera on Agency (JICA) hingga bank pembangunan dan investasi Jerman yaitu Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KFW) Bankengruppe menganggap kebijakan unsur TKDN tidak selaras dengan batas minimal yang ditetapkan oleh masing-masing bank."Hal ini mengakibatkan adanya risiko pembatalan pendanaan dari luar negeri, keterlambatan COD proyek dan pemenuhan kebutuhan listrik, biaya proyek menjadi jauh lebih tinggi karena delay dan penalti, serta klaim penjaminan pemerintah," tulis BPK.BPK pun telah merekomendasikan Bahlil untuk segera melakukan perbaikan. Upaya ini antara lain berkoordinasi dengan Kemenkomarves dan Kementerian Perindustrian terkait evaluasi keselarasan regulasi atas persyaratan TKDN dan pengadaan."Sehingga dapat mengakomodasi pendanaan dari luar negeri tanpa mengorbankan pembangunan industri dalam negeri danpengembangan EBT," kata BPK.

Ada Utang Jatuh Tempo Pemerintah Rp100 Triliun ke BI 2025

Ada Utang Jatuh Tempo Pemerintah Rp100 Triliun ke BI 2025

()

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah pada 2025 harus menghadapi tanggung jawabnya untuk membayar utang jatuh tempo, termasuk utang yang dihasilkan dari burden sharing bersama Bank Indonesia kala Covid-19 lalu. 

Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli Bank Indonesia (BI) berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKBI) II senilai Rp100 triliun pada 2025. 

Melihat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, tercatat dari penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III tersebut, terdapat SBN berupa SUN seri Variable Rate (VR) yang khusus dijual kepada BI di Pasar Perdana dalam rangka SKB II dan SKB III dengan total nilai sebesar Rp612,56 triliun.