Guru Besar

Menunggu Kebijakan Baru Kenaikan Jabatan Akademik Dosen

Menunggu Kebijakan Baru Kenaikan Jabatan Akademik Dosen

()

Permendikbud Ristek 44 Tahun 2024 ditetapkan Menteri Nadiem Makarim, yang tentu membutuhkan penyesuaian dengan visi-misi kabinet yang baru. Menteri Satrio diyakini memiliki pandangan dan pikiran yang baru bagaimana seorang dosen mengembangkan kompetensi hingga jabatan akademik profesor. Menteri Satrio tampaknya perlu memberi argumentasi yang lebih kuat perihal Permendikbud Ristek 44 Tahun 2024, dan menyusun petunjuk teknis pelaksanaannya agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh PT, dan tentu tidak terbatas hanya itu saja. Berikut ini beberapa celah kritikal untuk menghasilkan jabatan akademik dosen yang bermutu.Pertama, penegasan kedudukan seorang profesor. Permendikbud 44 tahun 2024 (Pasal 3 ayat 5) menyatakan seorang profesor memiliki kepakaran, otoritas, dan wibawa ilmiah; memimpin pengembangan keilmuan; dan membina Asisten Ahli, Lektor, dan/atau Lektor Kepala. Posisi ini menempatkan profesor sangat kompeten dalam pengembangan keilmuan. Hal ini bukan hal mudah untuk dicapai, kecuali oleh dosen dengan kinerja yang konsisten dan berkelanjutan menekuni kompetensi keilmuan sepanjang kariernya. Profesor juga harus ‘dekat’ dengan prodi atau laboratorium dimana ia memberi manfaat dan dampak keilmuan dan profesional bagi institusi. Hal ini menjadi ironi ketika berkaitan dengan posisi profesor kehormatan, dimana umumnya posisinya tidak dekat dengan PT. Profesor kehormatan biasanya berasal dari institusi lain, yang biasanya memiliki jarak fisik atau psikologis dengan PT.Kedua, Permendikbud 44 tahun 2024 memberi otonomi PT untuk mengangkat (menggunakan istilah promosi dan demosi) jabatan akademik dosen hingga profesor, dengan persyaratan tertentu; dan ditetapkan oleh Kementerian. Secara konsepsional hal ini sangat positif, namun bisa menimbulkan implikasi negatif bagi PT, seperti birokrasi kampus dalam penilian jabatan akademik dosen, subjektivitas dan variasi penilaian usulan antar PT, serta ada kesan jeruk makan jeruk karena menilai teman sejawat sendiri (non blind review), dan lemahnya kontrol kualitas penilaian. Bukan hal yang rahasia menilai teman sendiri akan sangat subjektif, cenderung permisif, dan membuka peluang pelanggaran etika akademik. Fungsi promosi dan demosi tetaplah di dalam kerangka manajemen SDM kampus, bukan ranah akademik. Sebenarnya, tim PAK PT yang ada selama ini sudah berfungsi dengan baik, terlebih diperkuat oleh tim pakta integritas untuk menilai syarat khusus publikasi artikel. Tugas penilai usulan jabatan akademik di tingkat nasional (blind review) juga berfungsi dengan baik, lebih objektif, dan lebih mudah pengendaliannya oleh kementerian. Ketiga, Permendikbud 44 tahun 2024 memberi kesan adanya pembatasan (kuota) kenaikan jabatan khususnya ke profesor. Pasal 57 ayat 4 menyatakan "Apabila jumlah dosen dengan jabatan akademik Profesor pada Perguruan Tinggi lebih tinggi dari jumlah yang ditetapkan oleh Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pembayaran tunjangan kehormatan di atas jumlah yang diberikan oleh Kementerian merupakan tanggung jawab Perguruan Tinggi." Ayat ini sangat tidak nyaman bagi PT dan dosen. Profesor terkesan terdiskriminasi dalam hal tunjangan. Sebanyak 6516 PT pasti memiliki keragaman manajemen dan kemampuan keuangan. Jangan sampai terjadi, PT menggunakan alasan keuangan untuk membatasi atau menghambat seseorang menjadi profesor. Keempat, menteri baru hendaknya lebih memfokuskan kepada upaya peningkatan mutu dosen bukan kepada birokratisasi. Negara atau pemerintah sebaiknya hadir untuk motivasi dosen meningkatkan kualitas dan jabatan akademiknya. PT yang besar dan bermutu telah memiliki budaya akademik yang baik dan mendekati klas dunia, tinggal di-support saja. Kebijakan afirmasi sangat diperlukan untuk PT (termasuk PTS) di daerah yang memiliki sumberdaya terbatas, dapat berupa beasiswa studi S3 luar negeri, beasiswa post doctoral, insentif magang, insentif riset dan pengabdian masyarakat, insentif publikasi, hingga bantuan operasional kesejahteraan dosen. Permendikbud 44 tahun 2024 juga sudah mengidentifikasi dosen-dosen dengan gaji di bawah UMR (upah minimum regional), dan menyandarkan hanya kepada aturan ketenagakerjaan tanpa tuntas solusinya. Dengan kabar terbaru, upaya Menteri Satrio untuk meningkatkan kesejahteraan khususnya gaji dosen ASN maupun non ASN (termasuk di PTS), pasti akan menggembirakan semua dosen. Para dosen itu perlu diberi semangat untuk mengembangkan profesinya.