Iuran Tapera

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Waspada Penurunan Daya Beli hingga Catatan Ahli Pertambangan

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Waspada Penurunan Daya Beli hingga Catatan Ahli Pertambangan

()

Bisnis, JAKARTA— Penurunan daya beli masyarakat berpotensi terjadi pada tahun depan seiring dengan sejumlah pungutan dana publik, termasuk kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai Januari 2025.Setidaknya ada 10 pungutan masyarakat yang berlaku tahun depan dan berpotensi membatasi daya beli. Sebagai implikasinya, kenaikan harga barang hingga konsumsi masyarakat yang melemah. Berita tentang potensi penurunan daya beli merupakan satu dari lima berita pilihan redaksi Bisnisindonesia.id. Simak ulasan singkat Top 5 News Bisnisindonesia.id berikut ini.Waspada Penurunan Daya Beli Masyarakat Saat ‘Beban’ Makin BanyakTambahan 10 ‘beban’ yang bakal ditanggung masyarakat, yakni tarif PPN 12%, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), BPJS Kesehatan, uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa, dan tarif cukai berpeluang untuk naik pada tahun depan. Pemerintah juga mewacanakan pengenaan third party liability (TPL) untuk asuransi wajib kendaraan bermotor, Pajak Penghasilan (PPh) Final usaha mikro kecil menengah (UMKM), subsidi kereta rel listrik (KRL) berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK), pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) 2025, pembatasan subsidi pupuk, dan dana pensiun wajib.

Daftar 10 Beban Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

Daftar 10 Beban Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

()

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran masyarakat soal potensi kenaikan pengeluaran pada tahun bukan isapan jempol belaka. Pasalnya terdapat peluang kenaikan sejumlah komponen dan tambahan pungutan pada 2025, yang akan memengaruhi belanja masyarakat.

Wacana pajak pertambahan nilai alias PPN naik jadi 12% menjadi isu panas belakangan, karena dianggap berlaku saat daya beli masyarakat tidak prima. Kenaikan harga barang-barang menjadi dampak kenaikan PPN 12% yang paling dikhawatirkan masyarakat.

Rencana kenaikan pajak itu pun menyeruak tidak lama setelah ramainya isu pembatasan subsidi tarif kereta rel listrik (KRL). Pemerintah ingin memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK atau nomor induk kependudukan (NIK), karena menganggap banyak masyarakat mampu yang menggunakan KRL—meskipun merupakan transportasi umum atau bisa digunakan siapapun.