Moneter

Persiapan Perang Dagang Lawan Trump, China Bakal Longgarkan Kebijakan Moneter

Persiapan Perang Dagang Lawan Trump, China Bakal Longgarkan Kebijakan Moneter

()

Bisnis.com, JAKARTA - Para pemimpin utama China berencana melonggarkan kebijakan moneter dan memperluas pengeluaran fiskal tahun depan. 

Langkah tersebut diambil sebagai bentuk persiapan Beijing menghadapi perang dagang kedua saat Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) Januari 2025 mendatang. 

Mengutip Bloomberg pada Senin (9/12/2024), Politbiro yang beranggotakan 24 orang yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping mengumumkan akan menerapkan strategi "cukup longgar" untuk kebijakan moneter pada 2025. Ini menandai perubahan besar pertama dalam pendiriannya sejak 2011. 

Efek Trump, Ekonom Wanti-Wanti Cadangan Devisa RI Terus Tergerus

Efek Trump, Ekonom Wanti-Wanti Cadangan Devisa RI Terus Tergerus

()

Bisnis.com, JAKARTA — Chief Economist PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mewanti-wanti dampak negatif ketidakpastian global terutama kemenangan Donald Trump dalam ajang Pilpres Amerika Serikat 2024 ke cadangan devisa nasional.

Josua menjelaskan bahwa kemenangan Trump telah memperkuat sentimen risk off atau pengurangan risiko dan perlindungan modal secara global. Akibatnya, potensi aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia hingga akhir tahun 2024 berkurang meskipun prospek ekonomi Indonesia cukup baik.

"Kebijakannya yang berfokus ke dalam negeri dapat memicu gelombang baru perang dagang dan mata uang, mendorong inflasi AS lebih tinggi dan mendorong The Fed untuk mempertahankan suku bunga kebijakan higher for longer," jelas Josua kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).

Bos The Fed Beri Sinyal Perlambatan Laju Pemangkasan Suku Bunga

Bos The Fed Beri Sinyal Perlambatan Laju Pemangkasan Suku Bunga

()

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan kondisi ekonomi AS sekarang lebih kuat daripada ekspektasi bank sentral pada September 2024 ketika mulai menurunkan suku bunga. Powell juga mengisyaratkan dukungannya untuk perlambatan laju penurunan suku bunga.

"Ekonomi AS dalam kondisi yang sangat baik dan tidak ada alasan untuk tidak melanjutkannya. Risiko penurunan tampaknya berkurang di pasar tenaga kerja, pertumbuhan jelas lebih kuat dari yang kita duga, dan inflasi telah sedikit lebih tinggi," kata Powell di sebuah acara New York Times, dikutip dari Reuters pada Kamis (5/12/2024).