Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

Presiden Yoon Dimakzulkan, Menlu Korsel Siap Lanjut Kerja Sama dengan Trump

Presiden Yoon Dimakzulkan, Menlu Korsel Siap Lanjut Kerja Sama dengan Trump

()

Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan Cho Tae-yul memastikan negaranya siap sepenuhnya terlibat dengan pemerintahan Presiden terpilih AS Donald Trump yang akan datang. Penegasan itu disampaikan di tengah Korsel dipimpin Presiden sementara Han Duck-soo, buntut pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol.

Dilansir kantor berita Yonhap, Minggu (15/12/2024), pernyataan itu disampaikan oleh Cho sehari setelah Majelis Nasional memberikan suara untuk memakzulkan Yoon atas upayanya yang gagal pada tanggal 3 Desember untuk memberlakukan darurat militer.

Usai Dimakzulkan, Presiden Yoon Absen Panggilan Jaksa Buntut Darurat Militer

Usai Dimakzulkan, Presiden Yoon Absen Panggilan Jaksa Buntut Darurat Militer

()

Jaksa mengatakan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol tidak memenuhi panggilan terkait penerapan darurat militer. Selanjutnya Jaksa akan segera mengeluarkan surat panggilan kedua.

Dilansir kantor berita Yonhap, Minggu (15/12/2024), tim penuntut khusus yang menangani penyelidikan atas penerapan darurat militer yang gagal terhadap Yoon mengatakan bahwa mereka telah mengirim panggilan pengadilan kepada Yoon pada hari Rabu lalu.

Dalam surat itu, jaksa meminta Yoon untuk hadir di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul untuk diinterogasi pada pukul 10 pagi Minggu waktu setempat. Namun Yoon tidak hadir.

Pelajaran dari Korea Selatan untuk Demokrasi Indonesia

Pelajaran dari Korea Selatan untuk Demokrasi Indonesia

()

PRESIDEN Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengambil langkah nekat pada 3 Desember 2024. Di tengah tekanan politik dan popularitas yang anjlok, ia memberlakukan darurat militer, melarang aktivitas politik dan memberi kendali penuh pada militer.

Namun, langkah itu hanya bertahan enam jam sebelum parlemen yang dikuasai oposisi mencabutnya.

Krisis ini menjadi ujian besar bagi demokrasi Korea Selatan. Namun, ia juga memberi gambaran kontras dengan kondisi di Indonesia.

Parlemen Korea Selatan mampu menjadi penyeimbang efektif. Sementara parlemen Indonesia justru telah lama kehilangan peran itu.