Ppn 12 Persen

Menimbang Ulang Kenaikan PPN

Menimbang Ulang Kenaikan PPN

()

Belum terlalu lama kita dihentak dengan data deflasi yang terjadi di dalam negeri secara beruntun selama lima bulan, publik dicengangkan kembali dengan rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Tak pelak banyak kelompok masyarakat, mulai dari akademisi, ekonom, dan juga praktisi yang mengkritisi rencana kebijakan tersebut karena dinilai tidak peka dengan situasi yang berkembang saat ini di tengah melemahnya daya beli dan guncangan ekonomi global yang terus menghantui.

PPN 12 Persen Diprediksi Dongkrak Penerimaan Negara hingga Rp 80 Triliun, tapi Dapat Memberatkan Rakyat Kecil

PPN 12 Persen Diprediksi Dongkrak Penerimaan Negara hingga Rp 80 Triliun, tapi Dapat Memberatkan Rakyat Kecil

()

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri menyatakan, kenaikan  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 dapat memberikan tambahan pendapatan negara hingga Rp 70-80 triliun.

“Kenaikan PPN ini adalah cara paling mudah untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Hitungannya jelas, naik 1 persen saja sudah bisa menambah pendapatan negara sekitar Rp 70-80 triliun,” ujar Hanif di Jakarta, Sabtu (14/12/2024).

Kendati menghasilkan kenaikan pendapatan negara yang cukup besar, Hanif mengingatkan bahwa PPN 12 persen dapat memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.

PPN 12 Persen Hanya Sasar Barang Mewah, Komisi XI: Bijak, tetapi Tidak Cukup Worth It

PPN 12 Persen Hanya Sasar Barang Mewah, Komisi XI: Bijak, tetapi Tidak Cukup Worth It

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri menilai, kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 hanya berlaku untuk barang-barang mewah cukup bijak bila melihat situasi ekonomi yang penuh tantangan.

Namun, ia menilai kebijakan itu kurang optimal untuk mendongkrak penerimaan negara karena penerimaan negara hanya bertambah sekitar Rp 2 triliun jika PPN 12 persen hanya berlaku pada barang-barang mewah.

“Itu cukup bijak untuk meningkatkan pendapatan negara di tengah situasi seperti ini. Tapi, secara matematika itu kurang, karena tentu nilainya hanya Rp 2 triliun dan tidak cukup worth it,” ujar Hanif di Jakarta, Sabtu (14/12/2024).

Pemerintah Umumkan PPN 12 Persen dan Paket Ekonomi pada 16 Desember

Pemerintah Umumkan PPN 12 Persen dan Paket Ekonomi pada 16 Desember

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan mengumumkan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen serta paket kebijakan ekonomi pada Senin, 16 Desember 2024.

Pengumuman tersebut dijadwalkan berlangsung di Kantor Kemenko Perekonomian pada pukul 10.00 WIB.

"Ini akan dimatangkan lagi dan perhitungan akan difinalisasi, dan akan diumumkan hari Senin jam 10. Soal PPN dan paket (kebijakan) ekonomi. Nanti diumumkan di kantor," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Jumat (13/12/2024).

Bamsoet Dukung PPN 12% Dibatasi: Ringankan Beban Belanja Masyarakat

Bamsoet Dukung PPN 12% Dibatasi: Ringankan Beban Belanja Masyarakat

()

Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengapresiasi kebijakan pemerintah dan DPR yang membatasi pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12%. Dia berharap rencana kebijakan ini bisa mewujudkan kondisi perekonomian semakin kondusif.

Diketahui penyesuaian PPN 12% hanya berlaku terhadap barang mewah, serta tidak menyasar ragam kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan dan pendidikan.

"Untuk menghindari kesimpangsiuran, pemerintah dan DPR hendaknya membuat kepastian tentang ragam barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen itu. Sebab, ketentuan tentang pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sudah diatur dalam Undang-undang No.7 tahun 2021," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (9/12/2024).

Apa Itu PPN Multitarif yang Akan Diterapkan 1 Januari 2025?

Apa Itu PPN Multitarif yang Akan Diterapkan 1 Januari 2025?

()

 

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah sepakat untuk menetapkan sistem pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tiga tarif yang berbeda atau multitarif.

Rencana ini bertujuan untuk menyederhanakan pengelolaan pajak sekaligus memberikan perlakuan yang lebih selektif terhadap berbagai jenis barang dan golongan masyarakat.

“Jadi kami melakukan koordinasi-koordinasi intensif dengan pihak pemerintah. Kemarin, sudah ketemu dengan Presiden. Hari ini, bertemu dengan pihak Kementerian Keuangan, untuk kemudian lebih mengerucutkan,” kata di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

Dasco Bilang Prabowo Telah Sepakat PPN Multi Tarif

Dasco Bilang Prabowo Telah Sepakat PPN Multi Tarif

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah sepakat untuk menetapkan multi tarif pada pajak pertambahan nilai (PPN).

Nantinya, PPN bakal memiliki tiga tarif. Pertama, barang mewah bakal dikenakan 12 persen, kemudian sejumlah barang bakal dikenakan tarif 11 persen, dan ada komponen yang sama sekali tidak dikenai PPN.

Hal itu disampaikan setelah rapat pimpinan DPR RI dengan tiga Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

Prabowo Bahas PPN 12 Persen dan Penurunan Pajak, Istana: Kepentingan Rakyat Harus Direspons Cepat

Prabowo Bahas PPN 12 Persen dan Penurunan Pajak, Istana: Kepentingan Rakyat Harus Direspons Cepat

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, segala hal yang berkaitan dengan kepentingan rakyat harus direspons cepat oleh pemerintah.

Hal tersebut Prasetyo sampaikan usai Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan pimpinan DPR untuk membahas pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen dan usulan menurunkan pajak bahan pokok pada Kamis (5/12/2024).

"Yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat harus direspons dengan cepat, sehingga hari ini Presiden bersama-sama dengan pimpinan di DPR mendiskusikan mengenai hal ini," ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

PPN 12 Persen Hanya Sasar Barang Mewah, Bukan untuk Rakyat Kecil

PPN 12 Persen Hanya Sasar Barang Mewah, Bukan untuk Rakyat Kecil

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Teka-teki mengenai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi 12 persen mulai menemui titik terang. PPN 12 diberlakukan hanya untuk konsumen yang membeli barang mewah.

Kabar tersebut disampaikan oleh para petinggi DPR usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana, Jakarta, pada Kamis (5/12/2024).

Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan, tarif PPN 12 persen untuk konsumen barang mewah itu merupakan hasil diskusi mereka dengan Prabowo.

"Diterapkan secara selektif, selektif kepada beberapa komunitas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah. Sehingga pemerintah hanya memberi beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah," ujar Misbakhun dalam jumpa pers di Istana.

Masyarakat Diminta Tak Khawatir, PPN 12 Persen Tak Berlaku untuk Kebutuhan Pokok

Masyarakat Diminta Tak Khawatir, PPN 12 Persen Tak Berlaku untuk Kebutuhan Pokok

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi XI Misbakhun mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir soal Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebab, pajak tersebut tidak dikenakan pada kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan, kesehatan, dan perbankan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah.

Untuk kebutuhan mendasar masyarakat, tetap berlaku PPN 11 persen.

"Ada 3 poin, satu, untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah. Jadi secara selektif. Kemudian yang kedua, barang-barang pokok dan yang berkaitan dengan layanan yang menyentuh masyarakat masih tetap diberlakukan pajak sekarang, yaitu 11 persen," kata Dasco saat jumpa pers usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Mengapa Ada Perbedaan Tarif PPN 11 dan 12 Persen yang Mulai Berlaku 1 Januari 2025?

Mengapa Ada Perbedaan Tarif PPN 11 dan 12 Persen yang Mulai Berlaku 1 Januari 2025?

()

 

Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun memberikan penjelasan terkait perbedaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diterapkan mulai 1 Januari 2025.

Penerapan tarif 12 dan 11 persen ini, menurut Misbakhun, akan berlaku secara selektif dengan fokus pada konsumsi barang mewah dan kebutuhan pokok.

Misbakhun menegaskan bahwa tarif PPN sebesar 12 persen akan dikenakan hanya kepada konsumen yang membeli barang-barang mewah. Kebijakan ini merupakan implementasi dari amanat dalam Undang-Undang (UU) yang disepakati sebelumnya.

Hasil Diskusi dengan Prabowo, Ketua Komisi XI: PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah

Hasil Diskusi dengan Prabowo, Ketua Komisi XI: PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi XI Misbakhun mengatakan, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen hanya berlaku kepada konsumen yang membeli barang mewah.

Hal tersebut Misbakhun sampaikan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

"Hasil diskusi kami dengan Pak Presiden, kami akan tetap ikut UU, bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di UU yaitu 1 Januari 2025," ujar Misbakhun dalam jumpa pers di Istana.

Tax Amnesty, PPN 12 Persen, dan Pertumbuhan Ekonomi

Tax Amnesty, PPN 12 Persen, dan Pertumbuhan Ekonomi

()

Pemerintah lagi-lagi mengejutkan publik dengan dua kebijakan ekonomi kontroversial yang diagendakan akan diterapkan pada 2025. Pertama, agenda pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III yang telah dimasukkan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Kedua, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.

Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mengutarakan bahwa tax amnesty jilid III diharapkan bisa terlaksana setelah revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 masuk Prolegnas Prioritas 2025. Dalam pada itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memastikan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada Januari 2025 mesti dilaksanakan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).