Produk Tembakau

Aturan Kemasan Polos Rokok Dinilai Hambat Hak Konsumen

Aturan Kemasan Polos Rokok Dinilai Hambat Hak Konsumen

()

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha industri produk tembakau alternatif menilai aturan kemasan polos rokok telah mengabaikan hak-hak konsumen.

Sekretaris Aliansi Vaper Indonesia (AVI), Wiratna Eko Indra Putra, menjelaskan kebijakan penyeragaman kemasan polos dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik perlu dikaji ulang.

Menurutnya, produk turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan 17/2023 melanggar hak-hak konsumen rokok elektronik.

"Sebab, mengacu Undang Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah sudah menjamin hak masyarakat dalam aspek keamanan dan informasi yang jelas terhadap barang yang dikonsumsinya," kata Wiratna dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).

Aturan Kemasan Polos, Ini Risikonya Buat Industri Tembakau

Aturan Kemasan Polos, Ini Risikonya Buat Industri Tembakau

()

Bisnis.com, JAKARTA - Serikat pekerja menolak aturan kemasan polos rokok dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena berisiko mematikan industri tembakau.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI), Sudarto menolak aturan untuk menghilangkan identitas merek dari kemasan rokok.

Menurutnya, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek merupakan pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Identitas merek yang telah mendapatkan sertifikat HAKI merupakan bentuk perlindungan hukum pada pelaku usaha untuk melindungi produk dan identitas mereknya.

APTI Usul ke Prabowo Soal Harga Jual Rokok hingga Tarif CHT

APTI Usul ke Prabowo Soal Harga Jual Rokok hingga Tarif CHT

()

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengajukan lima usulan kepada Presiden Prabowo Subianto mulai dari harga jual hingga aturan rokok.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji mengatakan pertama, pemerintah Indonesia tidak perlu mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Dia berpendapat kerangka FCTC berisiko mematikan tenaga kerja, petani, buruh, hingga menekan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu, justru bertolak belakang dengan visi misi Asta Cita yang ingin menyerap jutaan tenaga kerja demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.