Sidang Korupsi Timah

Hakim Sebut 3 Kadis ESDM Tak Awasi Perusahaan Tambang, Akibatnya Negara Merugi

Hakim Sebut 3 Kadis ESDM Tak Awasi Perusahaan Tambang, Akibatnya Negara Merugi

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) disebut menyalahgunakan wewenang lantaran tidak mengawasi perusahaan tambang timah dengan benar.

Adapun ketiga Kadis ESDM itu adalah Suranto Wibowo yang menjabat Januari 2015 sampai Maret 2019; periode Maret 2019 sampai dengan Desember 2019, Rusbani; dan periode 2020-2021, Amir Syahbana.

Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Sukartono menyebut, Amir Syahbana menerbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 5 perusahaan smelter swasta yang terafiliasi dengan PT Timah Tbk.

Hakim Ungkap Kerugian Negara Rp 26,6 Triliun Akibat PT Timah Beli Bijih dari Penambang Ilegal di IUP Milik Sendiri

Hakim Ungkap Kerugian Negara Rp 26,6 Triliun Akibat PT Timah Beli Bijih dari Penambang Ilegal di IUP Milik Sendiri

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut, tindakan PT Timah Tbk membeli bijih timah dari penambang ilegal mengakibatkan kerugian negara mencapai hingga sekitar Rp 26,6 triliun.

Adapun para penambang ilegal itu mengambil bijih dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Rincian kerugian negara akibat PT Timah Tbk membeli bijih dari IUP sendiri itu terungkap dalam pertimbangan hakim ketika memutus perkara dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah dengan terdakwa tiga.

Hakim: 3 Eks Kadis ESDM Babel Tak Awasi, Smelter Swasta Jadi Masif Menambang

Hakim: 3 Eks Kadis ESDM Babel Tak Awasi, Smelter Swasta Jadi Masif Menambang

()

Majelis hakim menyatakan tiga eks Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung tak melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) smelter swasta. Hakim mengatakan pembiaran itu mengakibatkan penambangan ilegal makin masif.

Hal itu disampaikan hakim saat membacakan pertimbangan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Tiga eks Kadis ESDM itu adalah 1. Suranto Wibowo selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-20192. Amir Syahbana selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024, dan3. Rusbani selaku Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019.

Dua Eks Kadis ESDM Babel Divonis 2 dan 4 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

Dua Eks Kadis ESDM Babel Divonis 2 dan 4 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Dinas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) periode Januari 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo divonis 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat tetap menghukum Suranto meskipun ia tidak menikmati uang korupsi.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Fajar Kusuma Aji mengatakan, Suranto terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Kasus Korupsi Timah, Eks Kadis ESDM Babel Amir Syahbana Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 325 Juta

Kasus Korupsi Timah, Eks Kadis ESDM Babel Amir Syahbana Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 325 Juta

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kepulauan Bangka Belitung, Amir Syahbana dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 325.000.0000.

Uang pengganti itu merupakan pidana tambahan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sesuai nilai rasuah yang diterima Amir Syahbana dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah.

“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 325.000.000,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Fajar Kusuma Aji di ruang sidang, Rabu (11/12/2024).

Anak Buah Tamron Sampai Pengepul Bijih Timah Dituntut 8 Tahun Penjara

Anak Buah Tamron Sampai Pengepul Bijih Timah Dituntut 8 Tahun Penjara

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua petinggi perusahaan smelter timah swasta, Achmad Albani dan Hasan Tjhie, hingga pengepul bijih Kwan Yung alias Buyung dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Albani merupakan General Manager Operasional CV Venus Inti Perkasa.

Sementara, Hasan duduk sebagai direktur utama perusahaan yang dimiliki pengusaha Bangka Belitung, Tamron alias Aon.

Jaksa menilai, Albani, Hasan, dan Buyung terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Bos Smelter Timah Awi dan Robert Indarto Dituntut 14 Tahun Penjara, Uang Pengganti Triliunan Rupiah

Bos Smelter Timah Awi dan Robert Indarto Dituntut 14 Tahun Penjara, Uang Pengganti Triliunan Rupiah

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua bos smelter timah swasta Suwito Gunawan alias Awi dan Robert Indarto dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.

Awi merupakan pemilik perusahaan timah yang meneken kerja sama penglogaman dengan PT Timah Tbk, PT Stanindo Inti Perkasa.

Sementara, Robert tercatat sebagai Direktur PT Sariwiguna Binasentosa.

Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Awi dan Robert terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primair.

Bos Timah yang Diwakili Harvey Moeis Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 4,57 Triliun

Bos Timah yang Diwakili Harvey Moeis Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 4,57 Triliun

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta yang perusahaannya diwakili Harvey Moeis dituntut membayar uang pengganti Rp  4.571.438.592.561,56 (Rp 4,57 triliun) dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah.

Tuntutan uang pengganti itu disampaikan jaksa penuntut umum sebagai pidana tambahan dari tuntutan pidana pokok terhadap Suparta.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Suparta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561,56,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024.

Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi

Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis mengaku membeli mobil mewah Rolls Royce seharga Rp 15 miliar secara tunai.

Harvey membenarkan mobil mewah itu dibeli sebagai hadiah ke 40 tahun untuk istrinya, Sandra Dewi.

Keterangan ini terungkap ketika Harvey dicecar sebagai terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum.

"Kemudian satu unit mobil Royce, warna hitam. Di tahun 2024, ini juga untuk hadiah ulang tahun istri saudara ya, yang ke-40. Betul?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).

Harvey Moeis Anggap Rp 100 Juta per Bulan dari Bos Smelter Timah Sebagai Uang Jajan

Harvey Moeis Anggap Rp 100 Juta per Bulan dari Bos Smelter Timah Sebagai Uang Jajan

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis menyebut uang Rp 50 juta sampai Rp 100 juta yang diterima per bulan dari Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta sebagai uang jajan.

Pernyataan ini Harvey sampaikan ketika dicecar anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Zaini Basir terkait aliran dana dari Suparta kepada Harvey.

Hakim Basir menanyakan, uang operasional yang diterima Harvey sebagai orang yang bekerja pada Suparta.

Jaksa Tuntut Helena Lim Bayar Uang Pengganti Rp 210 M

Jaksa Tuntut Helena Lim Bayar Uang Pengganti Rp 210 M

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim dituntut membayar uang pengganti Rp 210 miliar.

Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung menyebut, uang pengganti itu merupakan pidana tambahan yang dimintakan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat agar dibebankan kepada Helena Lim.

“Membebankan terdakwa Helena  membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar dengan memperhitungkan aset yang telah dilakukan penyitaan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar

Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dituntut membayar uang pengganti masing-masing Rp 493.399.704.345 atau Rp 493 miliar.

Uang pengganti ini merupakan tuntutan pidana tambahan yang dimohonkan jaksa kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Jaksa menilai, dua petinggi anak perusahaan BUMN itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.

Eks Direktur Keuangan PT Timah Dituntut 12 Tahun Penjara, Denda Rp 1 Miliar

Eks Direktur Keuangan PT Timah Dituntut 12 Tahun Penjara, Denda Rp 1 Miliar

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah.

Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung menilai, emil terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan.

“(Menuntut agar majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emil Ermindra dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangkan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

Hal Memberatkan Tuntutan 8 Tahun Bui Helena Lim di Kasus Korupsi Timah

Hal Memberatkan Tuntutan 8 Tahun Bui Helena Lim di Kasus Korupsi Timah

()

Helena Lim dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar di kasus dugaan korupsi pengelolaan timah. Jaksa mengatakan hal memberatkan tuntutan adalah Helena menikmati duit korupsi hingga berbelit-belit memberikan keterangan.

"Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana. Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dalam persidangan," kata jaksa saat membacakan pertimbangan memberatkan tuntutan Helena di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

Hal memberatkan lainnya adalah perbuatan Helena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Kemudian, perbuatan Helena juga mengakibatkan kerusakan lingkungan.