Stasiun Karet Commuter Line

Rencana Penutupan Stasiun Karet Dikritik Warga, Kenapa Harus Ditutup?

Rencana Penutupan Stasiun Karet Dikritik Warga, Kenapa Harus Ditutup?

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penutupan Stasiun Karet oleh PT KAI Commuter telah memicu gejolak dan penolakan dari masyarakat, terutama mereka yang sehari-harinya bergantung pada stasiun ini.

Penutupan yang direncanakan tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, namun penolakan dari masyarakat dirasa semakin menguat.

Namun, kenapa Stasiun Karet harus ditutup?

Salah satu alasan penutupan adalah karena Stasiun Karet dinilai tidak layak dan berpotensi membahayakan penumpangnya.

Joni Martinus, VP Corporate Secretary KAI Commuter, menyatakan bahwa berdasarkan data KCI, dalam satu jam, pengguna KRL yang masuk ke Stasiun Karet dapat mencapai hampir 2.000 orang, sedangkan waktu tunggu pemberangkatan sekitar 10 menit.

Manggarai dan Sudirman Terlalu Ramai, Pengguna KRL Tak Setuju Stasiun Karet Ditutup

Manggarai dan Sudirman Terlalu Ramai, Pengguna KRL Tak Setuju Stasiun Karet Ditutup

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengguna kereta rel listrik (KRL) menolak penutupan Stasiun Karet karena tidak seramai Stasiun Manggarai ataupun Stasiun Sudirman.

Nabila (22) yang sehari-harinya berangkat dari Cibitung, Kabupaten Bekasi, menuju kawasan Kuningan menghindari naik kereta atau berhenti di Manggarai karena kepadatan stasiun sentral ini.

“Karena kalau aku harus di Sudirman, iya itu juga deket. Tapi, aku harus transit di Manggarai dan itu akan lebih parah lagi. Kan kita tahu ya Manggarai seperti apa, kayak bagaimana,” ujar Nabila saat ditemui di depan Stasiun Karet, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2024).

Karyawan Tolak Stasiun Karet Ditutup, Ongkos ke Kantor Jadi Lebih Mahal

Karyawan Tolak Stasiun Karet Ditutup, Ongkos ke Kantor Jadi Lebih Mahal

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah karyawan di wilayah Sudirman, Kuningan, dan sekitarnya, menolak penutupan Stasiun Karet karena ongkos pulang dan pergi akan bertambah jika harus turun di Stasiun Sudirman atau Stasiun BNI City.

Keluhan ini disampaikan oleh Devi (23) yang bekerja di Jalan HR Rasuna Said. Devi mengatakan, jarak antara Stasiun BNI City dengan Stasiun Karet sebenarnya tidak terlalu jauh.

“BNI City jalannya enggak jauh. Tapi, di aku pertama soal cost, (ongkos) ojeknya beda. Kan aku sering naik ojek online (ojol) dari stasiun. Itu lebih mahal saja dan kalau dikalkulasi setiap hari, lebih berat biayanya,” ujar Devi saat ditemui di depan Stasiun Karet, Jumat (3/1/2025).

Integrasi Stasiun Karet dan BNI City Diklaim Pangkas Waktu Tempuh Kereta Bandara

Integrasi Stasiun Karet dan BNI City Diklaim Pangkas Waktu Tempuh Kereta Bandara

()

JAKARTA, KOMPAS.com - PT KAI Commuter berencana mengintegrasikan operasional Stasiun Karet dengan Stasiun BNI City.

Langkah ini diklaim dapat memangkas waktu perjalanan Commuter Line Basoetta atau kereta bandara menuju Bandara Soekarno-Hatta dari keberangkatan awal Stasiun Manggarai.

“Nantinya, melalui optimalisasi Stasiun BNI City diharapkan perjalanan kereta bandara bisa menjadi lebih singkat, dari sebelumnya total 56 menit menjadi 40 menit,” ujar VP Corporate Secretary PT KAI Commuter, Joni Martinus, melalui keterangan resminya, Jumat (3/1/2025).

PT KCI: Stasiun Karet Tidak Layak Layani Penumpang, Akan Integrasi dengan BNI City

PT KCI: Stasiun Karet Tidak Layak Layani Penumpang, Akan Integrasi dengan BNI City

()

JAKARTA, KOMPAS.com - PT KAI Commuter menyatakan Stasiun Karet sudah tidak layak untuk melayani penumpang rangkaian kereta Commuter Line (KRL).

Dalam upaya meningkatkan layanan, KAI merencanakan integrasi antara Stasiun Karet dengan Stasiun BNI City.

“Integrasi tersebut dapat menyingkat waktu perjalanan kereta, selain itu keberadaan Stasiun Karet dinilai sudah tidak layak,” ujar VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, melalui keterangan resminya, Jumat (3/1/2025).

Joni menjelaskan, berdasarkan data KCI, dalam satu jam, penggunaan KRL yang masuk ke Stasiun Karet bisa mencapai hampir 2.000 orang, dengan waktu tunggu pemberangkatan sekitar 10 menit.

Penutupan Stasiun Karet Dianggap Bisa Menghemat Biaya Opersional KRL

Penutupan Stasiun Karet Dianggap Bisa Menghemat Biaya Opersional KRL

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Studi Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang, menilai penutupan Stasiun Karet bukan hanya dapat memaksimalkan Transit Orianted Development (TOD), tapi juga bisa menghemat biaya operasional KRL.

"Saya mikirnya makro karena di samping itu, semakin sering KRL berhenti, exspensive cost operasi KRL juga lebih mahal otomatis," ujar Deddy saat diwawancarai Kompas.com, Kamis malam, (2/1/2024).

Jika biaya operasional KRL mahal, maka akan berpengaruh ke kenaikan tarif penumpang.

"Kalau pembiayaan mahal nanti berpengaruh juga bagi kenaikan tarif, penumpang juga yang nanggung," ucap Deddy.

Jika Ditutup, Stasiun Karet Disebut Bisa Dialihkan Jadi Ruang Terbuka Hijau

Jika Ditutup, Stasiun Karet Disebut Bisa Dialihkan Jadi Ruang Terbuka Hijau

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menilai, Stasiun Karet bisa dialihfungsikan sebagai ruang terbuka hijau jika benar-benar ditutup pada tahun ini. 

Pasalnya, Deddy menilai, ruang terbuka hijau di Jakarta masih kurang.

"(Stasiun) Karet bisa jadi kawasan terbuka hijau," ucap Deddy saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (2/1/2025).

Alternatif lainnya, Stasiun Karet juga bisa dialihfungsikan untuk taman yang menyediakan area olahraga atau jogging.

Deddy setuju Stasiun Karet ditutup karena dinilai mendukung konsep Transit Oriented Development (TOD). Pasalnya, Stasiun Karet berdekatan dengan Stasiun Sudirman dan Stasiun BNI City.

Selain Penutupan Stasiun Karet, Pengurangan Lahan Parkir Juga Dinilai Perlu untuk TOD

Selain Penutupan Stasiun Karet, Pengurangan Lahan Parkir Juga Dinilai Perlu untuk TOD

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menilai, rencana penutupan Stasiun Karet harus dibarengi dengan sejumlah upaya lain, di antaranya pengurangan lahan parkir kendaraan pribadi.

Upaya-upaya itu dinilai dapat mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum. Dengan demikian, konsep Transit Oriented Development (TOD) terealisasi.

"Kalau (pakai konsep) TOD tapi masih banyak lapangan parkir juga percuma, akan banyak orang yang menggunakan kendaraan pribadi, bukan angkutan umum pemerintah," ungkap Deddy saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (2/1/2025).