Ancang-Ancang Akumulasi Saham Properti Saat PPN DTP Berlanjut 2025
Bisnis.com, JAKARTA — Perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) sektor perumahan pada 2025 berpotensi menjadi katalis positif terhadap kinerja penjualan dan pergerakan saham emiten di sektor properti.
Keputusan untuk memperpanjang PPN DTP sektor perumahan pada 2025 disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan pada Senin (16/12/2024).
Lebih terperinci diskon PPN diberikan atas dasar pengenaan pajak (DPP) maksimal Rp2 miliar, dengan pembelian rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.
Diskon PPN 100% diberikan pada periode Januari-Juni 2025 dan diskon PPN 50% berlaku sepanjang Juli—Desember 2025.
Dalam risetnya, analis JP Morgan Henry Wibowo menyampaikan sektor properti terpantik oleh keijakan Presiden Prabowo Subianto untuk membangkitkan sektor ini dengan mendirikan Kementerian Perumahan Rakyat. Prabowo juga punya target yang ambisius dengan program 3 juta rumah per tahun, memperpanjang diskon PPN 100% hingga 3 tahun, dan pengecualian BPHTB untuk pembelian rumah.
“Implementasi kebijakan itu kemungkinan dapat mendorong potensi upside sektor properti pada 2025,” sebutnya dalam riset, dikutip Selasa (17/12/2024).
Di sisi lain, dia menyebutkan risiko penurunan prospek emiten di sektor properti bisa bersumber dari terbatasnya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan estimasi BI Rate di level 6% pada 2025. Perkiraan itu berisiko membayangi tingkat bunga KPR dan menekan outlook prapenjualan properti, serta mengerek beban bunga developer properti.
“Kami overweight untuk CTRA sebagai pilihan di sektor properti karena perusahaan lanjut memperluas posisi sebagai pemimpin pasar dengan diversifikasi lokasi proyek properti,” imbuhnya.
Selain itu, JP Morgan juga menyukai saham PWON karena dinilai memiliki prospek laba yang meningkat didorong potensi pertumbuhan pendapatan berulang yang saat ini berkontribusi sekitar 80% terhadap total pendapatan 9 bulan 2024.
Dalam riset terpisah, analis CGS International Baruna Arkasatyo dan Joanne Ong memilih PWON sebagai unggulan di sektor properti. PWON diperkirakan membukukan pertumbuhan prapenjualan sebesar 6% pada 2025 atau lebih tinggi dibandingkan dengan outlook stagnan marketing sales CTRA dan SMRA.
“Kami perkiraan PWON paling berpotensi meraih kenaikan prapenjualan, bergantung pada kejelasan untuk proyek potensial yang akan diluncurkan.”
Pertumbuhan laba per saham (earnings per share/EPS) PWON pada 2025 diperkirakan sebesar 20% dan menjadi potensi katalis pada tahun depan.
Terpisah, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menuturkan bahwa secara teknikal, saham properti dinilai oversold atau sudah banyak dijual. Indikator RSI turut memperlihatkan adanya positive divergence.
“Hal ini mengindikasikan bahwa pelemahan di sektor properti, seperti saham BSDE, SMRA, PWON, CTRA, hingga ASRI sebenarnya sudah mulai terbatas,” ujarnya saat dihubungi Bisnis pada Senin (16/12/2024).
Seiring dengan penurunan yang mulai terbatas, Nafan menyampaikan bahwa peluang akumulasi saham di sektor properti sudah terbuka cukup lebar.
Mirae menyematkan rekomendasi buy on weakness kepada PWON dengan target Rp448 per saham, lalu CTRA direkomendasikan akumulasi dengan target Rp1.140. Adapun, BSDE memiliki target harga Rp1.060 dengan rekomendasi akumulasi beli.
Sementara itu, untuk tahun depan, Nafan menilai kebijakan ekspansi moneter yang kurang agresif akan menjadi salah satu faktor hambatan yang dapat memengaruhi dinamika sektor properti Tanah Air.
“Namun, semuanya tetap akan bergantung pada data makroekonomi yang dirilis, seperti tekanan inflasi dan gangguan rantai pasok. Ini dapat memengaruhi kebijakan moneter yang lebih ketat,” ucap Nafan.
Di sisi lain, pada pekan ini, pelaku investor akan menantikan rilis tingkat suku bunga acuan BI Rate yang akan diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung pada Rabu (18/12/2024).
Nafan mengatakan pelaku pasar nantinya akan mencerna potensi kebijakan BI terkait dengan suku bunga acuan. Dia memproyeksikan BI kemungkinan menurunkan suku bunga acuan, begitupun dengan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.
“Nanti kita akan mengetahui sejauh mana dot plot disesuaikan, sehingga memberikan gambaran tentang kebijakan yang akan diambil ke depan,” pungkasnya.