Dugaan Pelecehan di SD Bunda Maria Depok: Diadukan 11 Siswi, Dibantah Sekolah

Dugaan Pelecehan di SD Bunda Maria Depok: Diadukan 11 Siswi, Dibantah Sekolah

DEPOK, KOMPAS.com - Salah seorang guru SD Bunda Maria, Cimanggis, Kota Depok, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan siswa.

Insiden pertama kali terjadi pada Agustus 2024 yang melibatkan 14 siswi kelas 6. Terduga pelaku disebut memeluk dan menyentuh area sensitif tubuh para korban.

“Pada saat itu ada 14 korban sesungguhnya dari kelas 6, tapi yang berani mengaku hanya 11 siswi. Nah dari 11 anak ini merasa bahwa si guru meraba, memeluk dari belakang dan kena area sensitif anak,” kata MWR, mantan guru SD Bunda Maria, kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

Kondisi ini ditindaklanjuti melalui pertemuan atau mediasi yang digelar pihak sekolah, mempertemukan orang tua para murid dan terduga pelaku.

“Nah pada saat itu diselesaikan, tidak ada surat peringatan (SP), hanya disampaikan bahwa akan diberikan SP dan surat pernyataan kalau seandainya terjadi lagi, oknum guru itu akan diberhentikan,” ujar MWR.

Lalu, kejadian tersebut kembali terulang pada Maret 2025. Korbannya merupakan anak kelas 5. 

“Sampai kejadian ketiga di Maret 2025, sekitar tanggal 20-an. Nah itu korbannya adalah anak kelas 5, yang mana saksinya dari anak kelas 6,” terang MWR.

“Orangtuanya bilang benar, pada hari itu anak saya dipegang panggulnya. Tapi anak saya merasa tidak nyaman, namun dia tidak tahu itu sebenarnya perbuatan apa,” jelas MWR.

Kasus dugaan pelecehan seksual tersebut hingga kini belum dilaporkan ke polisi. MWR mengaku tengah membujuk para orangtua untuk melaporkan insiden ini ke polisi agar dapat segera diproses secara hukum.

Dia pun siap menjadi pelapor jika para orangtua tak berani mengungkap kejadian ini. 

“Kami akan melakukan pelaporan ke kepolisian. Tadi saya sudah sempat berdiskusi, kalaupun memang orangtuanya merasa tidak berani, saya juga akan melaporkan (sebagai saksi),” terang MWR.

Menanggapi hal ini, Plt Komite SD Bunda Maria, Tri, menyampaikan bahwa dugaan pelecehan tersebut tidak benar adanya.

“Nah di berita kan ada pemegangan dada, pemegangan bokong, tapi itu sebenarnya tidak ada semua (hoaks),” kata Tri kepada wartawan, Jumat (11/4/2025).

Tri meluruskan, tindakan terduga pelaku adalah berupa gestur ringan memegang bahu sang murid.

“Bukan (pelecehan), hanya dipegang begini saja di bahu (tepuk bahu),” ujar Tri.

Atas dugaan ini, sekolah sempat menggelar pertemuan atau mediasi bersama sebelas perwakilan orang tua murid kelas 6.

Hasilnya, terduga pelaku dikenakan skorsing pada Agustus 2024 dan masih berlaku hingga kini untuk dilarang mengajar di kelas 6.

“Kasus itu sudah tutup dan ini sekarang ini, gurunya masih di skors, dia tidak mengajar di kelas 6,” ujar Tri.

Pemberian sanksi tetap dilakukan sebagai langkah sementara sembari peninjauan sekolah atas kasus ini menemukan hasil akhir.

“Dan kami ini sedang mengambil tindakan dengan guru tersebut, tapi kan secara pelan-pelan karena namanya seorang manusia, apalagi (terduga pelaku) sudah tua,” jelas Tri.

Di saat guru yang berkaitan dikenakan skorsing, pihak sekolah meninjau secara menyeluruh atas dugaan yang sudah muncul delapan bulan lalu.

Bahkan, Tri sedang mendorong pihak sekolah melakukan pemeriksaan psikologis kepada terduga pelaku.

Langkah ini demi memperkuat bantahan mereka atas dugaan pelecehan yang terjadi pada Agustus 2024 dan melibatkan 11 siswi kelas 6 itu.

“Nah ini, saya pribadi sedang menyarankan kepada (sekolah) dan ini juga sudah dilaksanakan, ya kalau bisa tes psikolog dulu untuk mengetahui (kondisi terduga pelaku),” terang Tri.

Proses peninjauan disebutkan masih berlangsung dengan kehati-hatian agar tidak terjadi salah langkah. “Jika memang dia (terduga pelaku) memang ada masalah jiwa, kita mau mengeluarkan secara pelan-pelan. Endingnya ke sana,” jelas Tri.

Sumber