Houthi Serang Kapal Militer AS dan Israel di Laut Merah

SANA’A, KOMPAS.com - Kelompok Houthi mengeklaim telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal militer Amerika Serikat (AS) dan Israel di Laut Merah.
Aksi ini terjadi tidak lama setelah militer Israel mengungkapkan keberhasilan mereka dalam mencegat drone yang diluncurkan dari wilayah timur.
Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, melalui video mengonfirmasi bahwa kelompok yang didukung oleh Iran tersebut telah menyerang target militer Israel di wilayah pendudukan Yaffa (Tel Aviv) menggunakan drone yang dinamai “Yaffa”.
Tidak hanya itu, Houthi juga menargetkan dua kapal perusak milik AS di Laut Merah dengan sejumlah rudal jelajah dan drone.
Pernyataan ini menyusul pengumuman militer Israel pada hari yang sama, menyatakan bahwa mereka berhasil mencegat drone yang mendekati wilayah mereka dari arah timur, sebelum armada tersebut bisa menyeberangi perbatasan Israel.
Setelah serangan tersebut, saluran TV Al Masirah yang dikelola Houthi melaporkan bahwa serangan udara AS menghantam distrik Harib di Provinsi Marib, yang dikuasai oleh Houthi.
Serangan tersebut merupakan bagian dari rangkaian serangan yang terus berlangsung, menargetkan posisi-posisi Houthi yang sering kali dituduh oleh AS terlibat dalam ancaman terhadap jalur pelayaran internasional.
Konflik ini semakin memanas sejak serangan udara yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Houthi pada 15 Maret 2025.
Serangan tersebut bertujuan untuk menghentikan ancaman terhadap kapal-kapal yang melintas di jalur pelayaran utama.
Sejak itu, Houthi mengeklaim serangan terhadap kapal-kapal militer AS dan Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza, yang terjebak dalam pertempuran sengit sejak Oktober 2023.
Wilayah Laut Merah, yang merupakan jalur pelayaran utama penghubung Eropa dan Asia, kini semakin rawan akibat serangan-serangan tersebut.
Serangan-serangan ini mengganggu lalu lintas pelayaran internasional yang melalui Laut Merah dan Teluk Aden, serta wilayah Israel.
Jalur ini mengangkut sekitar 12 persen dari seluruh perdagangan maritim dunia, memaksa banyak perusahaan pelayaran untuk mencari jalur alternatif yang lebih jauh melalui ujung selatan Afrika.
Meskipun telah ada gencatan senjata pada Januari 2025, gencatan senjata tersebut berakhir setelah Israel melanjutkan serangan di Gaza pada Maret 2025, mengakhiri periode singkat yang sempat memberikan harapan untuk perdamaian sementara.