Kasus Dokter Koas Dipukuli Sopir, Polda Sumsel Tegaskan Tak Ada Intervensi

Kasus Dokter Koas Dipukuli Sopir, Polda Sumsel Tegaskan Tak Ada Intervensi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Selatan memastikan bahwa kasus penganiayaan yang menimpa dokter koas bernama Muhammad Luthfi tetap berjalan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.

Diketahui, Muhammad Luthfi dipukul oleh tersangka Fadilla alias DT (37), yang merupakan sopir keluarga Lady Aurellia Pramesti, seorang dokter koas yang bertugas di RSUD Siti Fatimah Az-Zahra Palembang.

Lady terungkap merupakan putri tunggal dari Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat (Kalbar) bernama Dedy Mardiansyah.

Saat kejadian, ibu kandung Lady, bernama Sri Melina alias Lina, mengajak korban untuk bertemu terkait jadwal piket yang dinilai telah memberatkan putri tunggalnya, Lady, ketika malam pergantian tahun baru.

Namun, pertemuan itu malah berakhir dalam aksi anarkistis di mana Luthfi babak belur akibat dipukuli oleh tersangka Fadilla yang mengaku emosi terhadap korban.

"Tidak ada intervensi dalam kasus ini. Siapa bapaknya (Lady) tidak ada hubungannya dengan kami," tegas Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sumsel, Kombes Pol Anwar Reksowidjojo, saat melakukan gelar perkara pada Sabtu (16/12/2024) kemarin.

Anwar menjelaskan, Sri Melina alias Lina, yang merupakan majikan dari Fadilla, berada di lokasi kejadian.

Meski tidak melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap korban, mereka akan tetap melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan.

"Tidak ada tindakan fisik yang dilakukan oleh LN, namun masih kita dalami apakah memenuhi unsur (penetapan tersangka) atau tidak. Kami akan melakukan pemeriksaan," ujarnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto menegaskan, proses hukum yang dilakukan oleh penyidik berjalan secara profesional tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Bukti keterangan CCTV dan beberapa orang saksi di lokasi kejadian menjadikan Fadilla sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Ia pun dikenakan pasal ayat 2 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan korbannya mengalami luka berat dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

"Penyelidikan yang dilakukan Polda Sumsel dilakukan secara profesional dan proporsional didasari fakta yang dikumpulkan. Fakta yang diperoleh itu menjadi dasar penyidik bergerak. Jadi intervensi tidak berlaku di kami," tegas Sunarto.

Sebelumnya, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Herda Helmijaya, mengatakan pihaknya membuka peluang untuk memanggil Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat (Kalbar), Dedy Mardiansyah.

Adapun harta Dedy yang mencapai Rp 9,4 miliar menjadi sorotan usai dirinya dikaitkan dengan kasus pengeroyokan seorang dokter koas di Palembang, Sumatera Selatan.

"KPK masih melakukan pengumpulan data dan analisis berbagai hal termasuk anomali-anomali pada LHKPN-nya. Tidak menutup kemungkinan KPK akan melakukan pendalaman dan memanggil bersangkutan untuk klarifikasi," ujar Herda kepada wartawan, Minggu (15/12/2024).

Herda menjelaskan, KPK juga bisa memeriksa rekening anak dan istri dari Dedy.

Dia menyebut, kemungkinan KPK akan memanggil pihak-pihak terkait dalam 2 minggu ke depan.

"Semua rekening yang ada dan patut diduga terkait pasti akan turut dianalisis," imbuhnya.

Sumber