Kemenhan Pastikan 11 Orang yang Dibunuh OPM Warga Sipil, Evakuasi Masih Berlangsung

Kemenhan Pastikan 11 Orang yang Dibunuh OPM Warga Sipil, Evakuasi Masih Berlangsung

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menegaskan bahwa 11 korban tewas dalam serangan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Yahukimo, Papua Pegunungan, adalah warga sipil yang bekerja sebagai penambang emas ilegal.

Serangan brutal tersebut disebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak berperikemanusiaan, termasuk mutilasi terhadap beberapa korban.

Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Setjen Kemenhan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan bentuk nyata kekejaman KKB terhadap warga sipil.

“Terkait dengan insiden terakhir itu, itu yang disasar adalah warga sipil. Ada 11 penambang ilegal yang memang menjadi korban dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka dibunuh dengan sadis," kata Frega ditemui di Kantor Kemenhan, Jakarta, Kamis (10/4/2025).

Frega juga membantah klaim OPM yang menyebut bahwa para korban adalah agen intelijen TNI.

Berdasarkan keterangan kepolisian, tegas Frega, justru korban dari tragedi tersebut adalah warga sipil.

“Kami mengedepankan kepolisian untuk membuktikan bahwa para korban benar-benar warga sipil. Tidak ada kaitan sama sekali dengan intelijen,” tegasnya.

Ia menyayangkan penyebaran disinformasi yang dilakukan pihak OPM hingga ke luar negeri, termasuk penggunaan video dan dokumentasi yang menurutnya bertujuan membangun opini sesat tentang situasi di Papua.

“Ini kan memang narasi yang dipakai mereka ingin membuat narasi seakan-akan itu adalah agen intelijennya TNI dan mereka memukul rata semua yang mendekat kepada mereka. Mereka selalu istilahnya paranoid bahwa itu adalah ini pasti agen intelijen TNI," lanjutnya.

Frega menyampaikan bahwa proses evakuasi korban masih terus berlangsung, mengingat lokasi kejadian berada cukup jauh dari pos jaga TNI/Polri terdekat.

Ia juga menyebut bahwa saat ini ada dua orang yang dilaporkan hilang dan sedang dalam pencarian.

“Kemudian ada juga beberapa yang selamat. Kemudian juga ada sekitar puluhan warga yang juga mengungsi ya. Karena kan kita tahu itu korbannya adalah warga pendatang yang memang sudah menetap lama di Papua," tutur dia.

Ia menambahkan bahwa penambangan emas ilegal di Papua kerap dilakukan baik oleh warga pendatang maupun masyarakat lokal.

Namun, konflik yang terjadi tidak semata-mata dilatari persaingan ekonomi, melainkan lebih kepada kekhawatiran OPM terhadap keberadaan pihak luar.

“Memang saat ini yang kita terima informasinya, tambang ilegal-tambang ilegal di Papua itu, tentunya yang ilegal itu ada yang dikelola oleh warga lokal dalam arti orang asli Papua ataupun warga pendatang. Tentunya wajar ketika bersaing," tutur Frega.

"Tapi kalau sesama pengelola tambang ilegal (bersaing) tentunya mereka tidak akan sampai seperti membabi buta," sambungnya.

Frega menegaskan bahwa pemerintah, termasuk TNI, terus menjalankan pendekatan multidimensional dalam menangani konflik di Papua, tidak hanya dari sisi keamanan tapi juga kesejahteraan, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.

“Karena kita tahu bicara Papua ini kan kompleks ya, jadi bukan hanya sekadar isu keamanan tapi ada ekonomi, belum lagi keberagaman di Papua sendiri cukup tinggi," ungkapnya.

Ia juga meminta media untuk turut menyuarakan fakta-fakta di lapangan secara objektif, agar narasi yang dibangun secara sepihak oleh OPM tidak menyesatkan opini publik, terutama di kancah internasional.

“Jadi nanti tolong teman-teman media membantu menyuarakan apa yang memang terjadi di sana. TNI, pada prinsipnya selalu akan menjaga kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia baik itu untuk kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa," pungkasnya.

Sumber