Marak Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis, Ketua AJI: Suburnya Impunitas Pelaku Kekerasan

Marak Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis, Ketua AJI: Suburnya Impunitas Pelaku Kekerasan

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nany Afrida menilai, maraknya kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia karena suburnya impunitas terhadap pelaku.

Impunitas merupakan kekebalan hukum atau pembebasan dari hukuman yang diberikan kepada pelaku pelanggaran, termasuk pelaku kekerasan.

"Permintaan maaf setelah melakukan kekerasan terhadap jurnalis kini semakin marak. AJI menilai fenomena ini sebagai salah satu penyebab suburnya impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap jurnalis," ujar Nany saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/4/2025).

Nany mengatakan, kasus kekerasan dianggap selesai hanya dengan permintaan maaf tanpa ada konsekuensi hukum yang jelas.

Padahal, menurut Nany, kekerasan yang dialami para jurnalis akan menimbulkan dampak berkepanjangan.

"Padahal, kekerasan terhadap jurnalis menimbulkan dampak serius, mulai dari gangguan dalam menjalankan tugas jurnalistik hingga trauma psikologis," ucapnya.

Nany mengatakan, setiap tindakan kekerasan terhadap jurnalis seharusnya diproses secara hukum pidana, sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Undang-undang ini secara tegas melindungi kerja-kerja jurnalistik dari segala bentuk intimidasi dan kekerasan," ucapnya.

Karena lemahnya hukum pidana, banyak jurnalis korban kekerasan memilih menerima permintaan maaf dan tidak melanjutkan ke proses hukum ada alasannya.

"Salah satu faktornya adalah ketidakpercayaan terhadap sistem hukum yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada korban," tuturnya.

Nany melanjutkan, hingga saat ini masih banyak kasus kekerasan jurnalis dan media yang belum menemukan titik terang.

"Kalaupun selesai, hukumannya dianggap ringan. Situasi ini saling terkait dan memperkuat kerentanan jurnalis dalam menjalankan tugasnya," ucap dia.

Sebelumnya, fotografer Kantor Berita Antara, Makna Zaezar, dipukul oleh tim protokoler Kapolri, Ipda Endry Purwa Sefa, saat meliput kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (7/4/2025).

Akibat perbuatan ini, Kapolri sampai meminta maaf. Pelaku pun telah menyambangi Kantor Berita Antara di Semarang untuk meminta maaf. 

Dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan terhadap jurnalis terus terjadi.

Pada 19 Maret lalu, kantor redaksi Tempo dikirimi teror kepala babi yang ditujukan kepada salah satu jurnalisnya. Selang beberapa hari, Tempo kembali mendapat kiriman enam bangkai tikus tanpa kepala.

Selain Tempo, jurnalis Kompas.com juga mendapat ancaman dan tindak penggeledahan yang dilakukan oleh aparat.

Jurnalis Kompas.com, Adhyasta Dirgantara, diancam dua ajudan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada Kamis (27/2/2025).

Ancaman tersebut diterima Adhyasta dengan kalimat "Kutandai muka kau, ku sikat kau ya," secara langsung usai mewawancarai Panglima TNI di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri.

Begitu juga Rega Almutada, jurnalis Kompas.com yang meliput aksi tolak UU TNI di Gedung DPR/MPR RI pada Kamis (27/3/2025).

Dia digeledah dan konten isi ponselnya dibuka oleh orang yang diduga aparat tanpa berseragam.

Selanjutnya, ada pula kasus pembunuhan jurnalis wanita bernama Juwita oleh oknum TNI AL, Jumran. 

Terakhir, jurnalis asal Palu, Situr Wijaya, ditemukan tak bernyawa dalam sebuah kamar hotel di Jakarta. Saat ini, kasusnya masih dalam penyelidikan.

Sumber