Pelajaran Bagi Kepala Daerah Usai Kemendagri Sentil Lucky Hakim...

Pelajaran Bagi Kepala Daerah Usai Kemendagri Sentil Lucky Hakim...

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah diperiksa Inspektorat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bupati Indramayu Lucky Hakim mengaku, ia pelesiran ke Jepang pada saat momentum libur Lebaran 2025 tanpa izin dari Kemendagri.

Proses pemeriksaan itu berlangsung selama empat jam. Politikus Partai Nasdem itu dicecar 43 pertanyaan terkait peristiwa pelesiran bersama keluarganya ke negeri sakura.

"Ini salah saya, jadi saya minta maaf khususnya kepada masyarakat Indramayu, kepada seluruh masyarakat Indonesia, ini murni kesalahan saya karena tidak aware bahwa izin yang dimaksud adalah izin keluar negeri," kata Lucky di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Keberadaan Lucky di Jepang usai kepala daerah berlatar belakang artis itu membagikan unggahan kebahagiaannya berlibur di media sosial miliknya. 

Buntut unggahan itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi langsung menegurnya, karena merasa bahwa Lucky bepergian tanpa izin. Bahkan pada saat Dedi mencoba menghubunginya, Lucky sempat tak merespons.

Usai ramai dan menjadi perbincangan publik, Lucky akhirnya dipanggil oleh Kemendagri. Kasus Lucky Hakim ini bisa menjadi pelajaran bagi kepala daerah yang ingin bepergian keluar negeri.

Lucky pun menyadari bahwa ia telah salah dalam menafsirkan aturan yang berlaku terkait aturan bepergian bagi kepala daerah.

Aturan yang dimaksud yakni Pasal 76 ayat (1) huruf i dan Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Saya yang salah, karena berasumsi. Seharusnya (saya) baca lebih detail," kata Lucky.

Di dalam ketentuan pertama, disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri.

Beleid ini juga mengatur sanksi bagi kepala daerah yang keluar negeri tanpa izin dari Kemendagri.

Sementara dalam pasal berikutnya disebutkan kepala daerah yang melanggar diancam sanksi pemberhentian sementara tiga bulan yang akan dijatuhkan oleh Mendagri.

Lucky mengaku salah menafsirkan ketentuan itu, sehingga merasa tak perlu izin Kemendagri untuk berlibur ke Jepang. Karena sepemahamannya, izin bepergian perlu dikantongi bila dilakukan pada saat hari kerja.

Meski telah mengaku bersalah, Kemendagri belum menjatuhkan sanksi kepada Lucky.

Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya mengatakan, pihaknya perlu mendalami keterangan Lucky dari pihak lain.

Salah satunya, terkait kemungkinan penggunaan uang negara dalam kegiatan pelesiran untuk kepentingan pribadi bersama keluarganya itu.

Menurut Bima, pemeriksaan komprehensif perlu dilakukan, sebelum akhirnya Kemendagri dapat menjatuhkan sanksi yang tepat untuk Lucky.

"Ini kan masih belum selesai, seperti yang disampaikan Pak Sekretaris Inspektorat tadi masih akan dikembangkan," kata Bima.

Sementara itu, Lucky membantah bila ia berlibur dengan menggunakan uang negara. Menurutnya, semua kegiatan liburan itu hanya merogoh kocek pribadinya.

"Jadi itu yang didalami, apakah saya menggunakan (uang) perjalanan dinas, apakah uang anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Bukan, saya tunjukkan bukti-buktinya," ucap Lucky.

Lucky mengatakan telah memberikan bukti pembelian tiket menggunakan uang pribadinya, termasuk untuk keluarganya yang ikut dalam liburan itu.

Dia juga mengaku tidak membawa ajudan ataupun asisten pribadi dalam liburan tersebut.

"Bahkan ke airport pun tidak diantar, dari airport pun pulang juga tidak dijemput oleh fasilitas negara, jadi murni ini liburan keluarga, pergi bersama keluarga menggunakan dana pribadi," kata Lucky.

Bima Arya menambahkan, kasus kepala daerah berlibur keluar negeri tanpa izin terjadi karena kurangnya pemahaman Lucky terkait aturan yang mengikat seorang kepala daerah.

Kesimpulan ini didapat Kemendagri setelah Lucky Hakim diperiksa Inspektorat.

"Secara umum kami melihat bahwa Pak Bupati memiliki keterbatasan pemahaman tentang mekanisme kunjungan luar negeri," ucap Bima.

Hal ini sangat disayangkan Kemendagri, karena aturan terkait izin ke luar negeri ini sudah disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat retret kepala daerah di Magelang, 21-28 Februari 2025.

Namun, kata Bima, Lucky mengaku tidak konsentrasi saat mengikuti retret, khususnya di sesi penjelasan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh kepala daerah.

"Waktu retret disampaikan dengan sangat tegas dan jelas oleh Bapak Menteri Dalam Negeri apa yang menjadi kewajiban dan apa yang dilarang dilakukan oleh kepala daerah, termasuk sanksi-sanksinya," ucap Bima.

"Namun, tadi Pak Bupati (Lucky Hakim) mengakui bahwa beliau melewatkan konsentrasi pada sesi itu," tutur Bima lagi.

Dia mengatakan, ada kemungkinan kepala daerah lain memiliki pemahaman yang sama dengan Lucky Hakim terkait izin ke luar negeri ini.

Sebab itu Bima menekankan peristiwa Lucky Hakim bisa dijadikan pembelajaran kepada seluruh kepala daerah di Indonesia. Dalam hal ini, mereka harus memahami bahwa ada aturan yang melekat pada mereka selama masih menjabat sebagai pejabat publik.

Sumber