Pemprov Kaltara Hapus Insentif Guru, PGRI Nunukan: Banyak yang Gajinya Masih Rp 500.000

NUNUKAN, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara menghapus pos anggaran insentif untuk guru dan tenaga pendidik pada tahun 2025.

Kepala BKAD Kaltara, Denny Harianto, menyampaikan bahwa penghapusan anggaran insentif untuk guru dan tenaga pendidik di Kaltara disebabkan oleh beberapa alasan, salah satunya efisiensi anggaran.

“Tidak dianggarkan karena efisiensi anggaran,” ujarnya saat dihubungi pada Senin (8/4/2025).

Selain itu, imbuh Denny, masalah insentif guru dan tenaga pendidik bukan merupakan kewenangan Pemprov, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

Beleid tersebut menjelaskan bahwa jenjang PAUD, TK, SD, dan SMP adalah kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Alasan ini juga menjadi hasil evaluasi terhadap APBD Pemprov Kaltara.

“Bukan merupakan kewenangan Pemprov Kaltara dan menjadi perhatian BPK,” kata dia.

Denny menegaskan bahwa APBD adalah anggaran berbasis kinerja yang jelas. Output dan outcome harus terukur dan sesuai aturan.

Ia mengakui bahwa selama ini Pemprov Kaltara telah menganggarkan insentif untuk guru dan tenaga pendidik selama 10 tahun, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 650.000 per orang, yang dicairkan setiap triwulan. Namun, Denny belum memberikan data mengenai jumlah guru dan penerima insentif di Kaltara.

“Dengan efisiensi anggaran yang ada, Kemendagri telah mengarahkan belanja yang bersifat wajib dan merupakan kewenangan Pemprov Kaltara,” katanya.

Penghapusan anggaran insentif guru untuk Kaltara pada 2025 menjadi masalah yang dikeluhkan oleh para tenaga pendidik, khususnya di perbatasan RI – Malaysia.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Nunukan, Abdul Wahid, menyayangkan kebijakan yang diambil oleh Pemprov Kaltara.

“Sangat disayangkan, kami melihat urgensi dari tunjangan ini sebagai bentuk penghargaan kepada guru dan tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas di wilayah yang rata-rata memiliki kesulitan tertentu dalam mengabdi, khususnya di Kaltara,” ujarnya saat dimintai tanggapan.

Wahid menambahkan bahwa di wilayah pedalaman Nunukan, masih banyak guru dan tenaga pendidik yang ikhlas dan tulus mengabdikan diri dalam dunia pendidikan.

Mereka digaji di bawah Rp 500.000 setiap bulan dan berada di ujung negeri dengan segala keterbatasannya.

Ia mencontohkan keadaan tersebut di SDN 06 Krayan, beberapa sekolah di wilayah Tulin Onsoi, dan Sembakung.

“Masih ada sekitar sepuluh persen guru di Nunukan yang gajinya tidak manusiawi. Tunjangan atau insentif itu menjadi salah satu yang mereka harapkan selama ini,” imbuhnya.

Selain itu, Wahid menyatakan bahwa urgensi pemberian tambahan tunjangan kepada guru dan tenaga pendidik sangat penting, terutama di tengah kondisi kurangnya minat untuk mengabdikan diri sebagai guru.

Atas alasan ini, Wahid menegaskan bahwa langkah yang diambil Pemprov Kaltara kurang tepat.

PGRI Nunukan juga tengah melakukan koordinasi dengan pengurus PGRI Kabupaten/Kota se-Kaltara dan pengurus Provinsi untuk membahas masalah ini.

Wahid menegaskan bahwa PGRI Nunukan tetap berharap agar tambahan tunjangan yang bersumber dari Bankeu Provinsi Kaltara dapat diusahakan kembali sebagai bentuk penghargaan kepada guru dan tenaga pendidik.

“Khususnya mereka yang bertugas di pedalaman Nunukan dan wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar),” tutupnya.

Sumber