Prabowo Akui Tarif Impor Trump Akan Berdampak Berat ke Indonesia: Kita Harus Berani Cari Pasar Baru

Prabowo Akui Tarif Impor Trump Akan Berdampak Berat ke Indonesia: Kita Harus Berani Cari Pasar Baru

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden RI Prabowo Subianto mengakui kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal tarif impor akan berdampak ke Indonesia.

Bahkan, Kepala Negara memprediksi Indonesia bisa terdampak berat, khususnya di sektor industri tekstil, garmen, hingga furnitur.

“Ya masalah Trump ini akan, kita harus lihat nanti. Mungkin kita akan mengalami dampak yang berat mungkin,” kata Prabowo saat diwawancara enam pemimpin redaksi media di Hambalang, Jawa Barat, 4 April 2025, dikutip dari YouTube Harian Kompas.

“Terutama yang bisa kena adalah industri sepatu tekstil, sepatu garmen, dan furnitur,” sambung eks Menteri Pertahanan ini.

Meski akan berat, Prabowo meyakini Indonesia akan mengupayakan solusi.

“Tapi kita akan cari jalan keluar. Kita harus berani mencari pasar baru,” tegas Prabowo.

Menurut Prabowo, ekonomi Indonesia saat ini cenderung bergantung kepada Amerika Serikat.

“Kita ini terlalu manja juga sih. Ya kita tuh selama ini tertarik oleh ekonomi Amerika? Benar karena ini kan sistem ekonomi yang Amerika ajarkan kepada kita kan,” ucapnya.

Oleh karenanya, Prabowo mengajak momentum ini harus dijadikan tantangan agar ekonomi Indonesia bisa bangkit.

Sebab, kata dia, situasi ekonomi saat ini sudah berubah.

“Sekarang kita harus bangun, dewasa, dan tidak hanya kita, Eropa, negara Asia, semua, Australia, semua,” kata Prabowo.

“Kalau begitu sekarang situasi berubah? Dan memang benar situasi berubah dan itu yang saya sudah ingatkan bertahun-tahun, saya ingatkan terus,” imbuhnya.

Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif terbaru pada 2 April 2025.

Trump menerapkan tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia, dan Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen.

Sementara itu, tarif resiprokal yang dikenakan AS terhadap negara-negara ASEAN bervariasi

Malaysia dan Brunei Darussalam 24 persen, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Kamboja 49 persen, Laos 48 persen, Vietnam 46 persen, Myanmar 44 persen, dan Thailand 36 persen.

Sumber